nyoba' ajer ngeblog ca'na pas pangajeren kuliah,mandheren amanfaathe.amin. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

kebudayaan aceh


KEBUDAYAAN ACEH
Lokasi dan Lingkungan Alam
Aceh merupakan propinsi yang paling ujung sebelah utara pulau sumatra, batas yang paling utara dari Negara Indonesia adalah salah satu Pulau We yang termasuk daerah Aceh, daerah yang luas ini di bagi dalam delapan daerah tingkat ll (Kabupaten) yaitu : Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tenggah, Aceh Tenggara, Aceh Barat dan Aceh Selatan.
Bermacam-macam nama di berikan kepada Daerah Aceh yang sering namun tanpanya tidak ada hubungan satu sama yang lain. Dalam sejarah melayu nama aceh adalah Lam Muri, Marco Polo, saudagar Venisia yang singgah di Peureulak tahun 1292 menyebutnya Lambri, orang Portugis menyebutnya Akhem, orang Belanda menyebutnya Akhin, namun masyarakat Aceh menyebutnya Aceh.
Daerah Aceh ini di belah menjadi dua Bukit Barisan, sebelah barat dari pegunungan daerah yang sempit dengan hutan yang lebat, dab hanya ada dua kota yaitu Melaboh dan Tapak Tuan. Sebelah timur yang sedikit bukit bukit seperti dataran rendah yang di penuhi kebutuhan seperti padi. Daerah ini hampir setiap tahun mendapati air hujan dari pegunungan seperti Gunung Loser, Gunung Geureudong, Gunung Singgahmata, dan Gunung Seulawah yang di aliri ke selat malaka oleh sungai besar seperti Sungai Aceh, Peusangan Jambo-ae, dan Tamiang, dan di aliri ke lautan indonesia melalui sungai Singkel.
Pulau-pulau yang terdapat di daerah Aceh antara lain pulau Simeulu, Pulau We, Pulau Breueh, dan pulau-pulau kecil lainnya. Dan untuk mengenai batasan pemisah Aceh dari Sumatra utara itu bisa di lihat dari batasan yang di tetapkan berdasarkan sejarah pertumbuhan daerah dan kemudian di ikrarkan dalam perjanjian daerah. Sedangkan batasan alam adalah sungai Simpang Kiri di bagian Barat dan Sungai Tamiang di sebelah timur bagian selatan. Demikian daerah Aceh batas sebelah selatan daerah orang Karo dan Sumatra Timur,
Bahasa dan Tulisan
Bahasa Aceh seperti Bahasa indonesia termasuk rumpun Bahasa Austronesia, di Aceh sendiri terdapat beberapa Bahasa yang masing-masing pembicaranya tidak mengerti, itu terjadi mungkin karena perkembangan bahasa melalui pemecahan dan isolasi antar kelompok, dan di daerah Aceh ini terdapat 4(empat) bahasa yaitu :
1.      Bahasa Gayo-Alas, yang di ucapkan oleh orang-orang Gayo dan Alas, penduduk Aceh Tenggah.
2.      Bahasa Aneuk Jamee, khusus orang-orang Aceh Selatan dan Aceh Barat.
3.      Bahasa Tamiang, yang tersebat di prbatasan Aceh dengan Sumatra Timur, yang terdapat penagruh dari Bahasa Sumatra Timur.
4.      Bahasa Aceh, bahasa yang di gunakan oleh penduduk Aceh Timur, Utara, Pidie, dan sebagian penduduk Aceh Barat.
Di samping itu dari bahasa yang ada daerah ini juga mempunyai logat bahasa yang berbeda-beda dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya, Bahasa di Aceh belum banyak yang meneliti oleh para ahli bahasa kecuali oleh Hoesein Djajadiningrat Almarhum yang pernah meneliti dan menghasilkan sebuah kamus besar bahasa Aceh-Belanda. Untuk sistem tulisan huruf khan orang-orang Aceh dahulu tidak ada, tulisan Aceh menggunakan huruf Arab Melayu tulisan di kenal setelah islam masuk Aceh yang bayak di jumpai pada batu nisan para raja-raja Pasai, seperti batu nisan Sultan Malikul Saleh yang meninggal Tahun 1297. Orang Aceh menyebut tulisan ini dengan sebutan huruf jawoe, tulisan ini banyak di gunakan oleh orang-orang tua di aceh sehingga di sebut bebas buta huruf. Namun pada anak-anak muda tulisan ini sudah mulai tidak di kenali karena mereka sudah mengikuti tulisan modern seperti huruf latin yang sering di gunakan di sekolah-sekolah.
Bentuk Desa
Desa di daerah Aceh di sebut gampong, setiap gampong terdiri dari bebeapa kelompok rumah yang letaknya berdekatan dan setiap desa mempunyai 50-100 buah rumah. Rumah orang Aceh didirikan di atas tiang atau bambu, Tujuannya dulu adalah untuk menghindari diri dari serangan binatang buas dan banjir. Setiap rumah biasanya mempunyai halaman yang di tanamin dengan tanaman yang berguna seperti kelapa, jeruk, pisang dan sebagainya. Di daerah ini juga ada desa dengan kelompok rumah dan disekitarnya terdapat kebun.
Rumah-rumah itu hanya bersifat tempat tidur dan makan saja jadi kesenangan meraka ada di luar rumah sepanjang hari, Akibatnya adalah ayah tidak mempunyai tugas mendidik anak dan setelah anak tersebut besar seakan-akan antara ayah dan anak timbul pemisah dan ayah disana bersifat otokrasi. Setiap desa mempunyai kebiasaan dan kewajiban ibadah bersama-sama membangun tempat ibadah seperti mesjid dan meunasah (madrasah). Mereka juga selalu gotong royong untuk membersihkan saluran-saluran air, jalan-jalan desa ini semuaadalah kegiatan rutin mereka serian hari jum’at.
Seriap rumah di daerah Aceh mempunyai bentuk yang sama yang berdiri di atas tanah setinggi 2-3m yang biasanya membentuk bujur sangkar, dan selalu memanjang dari timur ke barat dengan pintu tangganya selalu menghadap ke utara atau ke selatan. Atapnya yang terdiri dari daun rumbia yang di anyam, daya tahan 20tahun, bertiang dari batang kayu yang telah di jadikan balok bulat, dan bisa bertahan dalam dua generasi. Berlantai dari papan atau bambu, rumah kuno-kuno ini umumnya tidak menggunakan paku melainkan rotan untuk menyambung.
Rumah tersebut umumnya terdiri dari ruang depan, tengah dan belakang, ruang depan dan belakang di biarkan terbuka yang berfungsi untuk naka-anak mereka yang masi bujang, tempat tidur para tamu. Untuk ruang tengah yang agak tinggi itu di fungsikan sebagai kamar untuk ruang tidur (rumoh inong), kadang dua kamar tidur untuk ayah dan ibu (anjong) dan kadang di buat ruang sendiri buat dapur yang di sebut tiphik. Jarang memakai meja dan kursi, mereka suka menggunakan tikar.
Kurang praktis dari sistem rumah ini adalah adanya tangga-tangga yang tinggi yang banyak mengalami bahaya bagi anak-anak, dan salah satu ruang yang di fungsikan sebagai salah satu runag penyimpanan padi setelah menuai, menerut mereka rumah yang tinggi itu memudahkan upacara pemandian mayat dan memudahkan roh-roh jahat untuk masuk ke dalam tanah. Mata pencaharian mereka adalah bertani di sawah, ladang dan berdagang.
Religi
Agama dan hukum islam di Aceh adalah daerah indonesia pertama di amsuki islam, dan pengikut imam madzhab Sjafii. Segala tingkah laku masyarakat harus di sesuaikan dengan unsur syariat islam, sehubungan denga itu agama islam di aceh telah mempengaruhi sifat kekeluargaan, pernikahan dan kematian. Maka dengan berlakunya syariat islam di aceh segala pelanggaran di putuskan dengan hukum islam lembaga peradilan perkara adalah peradilan agama islam. Hukum ini telah berlaku sejak pemerintahan belanda. Maka aliran agama di Aceh yang nampak adalah Muhammadiyah dan Alwasliyah, yang bertujuan memurnikan agama, peningkatan agama dan kwalitas agama.
Walaupun orang Aceh hampir semuanya beragama Islam namun di daerah sana masi terdapat juga gereja yang di dirikan oleh Belanda dan banyak pula gereja-gereja baru. Upacara islam dan pemimpin Upacara sama dengan pada umumnya makan bersama (kenduri) adalah suatu unsur yang penting dalam upacara keagamaan. Upacara ini biasanya di lakukan oleh (teungku atau teungku meunasah) yaitu orang-orang yang faham ayat-ayat Qur’an.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: