nyoba' ajer ngeblog ca'na pas pangajeren kuliah,mandheren amanfaathe.amin. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

tugas proposal




PROBLRMATIKA SISWA TUNA RUNGU DI PERPUSTAKAAN
SLB NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA
PROPOSAL PENELITIAN

untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester V
Mata Kuliah Teknik Penulisan Kelas C
Dosen Pengampu : Alfiati Handayu Diyah Fitriyani, S.Pd.,M.Pd



Oleh :
AYU RAYNA WULANDARI
10140106



PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Secara umum, perpustakaan sebagai suatu organisasi yang tidak lepas dari masalah yang sama dalam meningkatkan layanan, yakni perlunya kopetensi, dan profesionalisme di kalangan pusyakawannya. Menurut Mudhoffir (1992:53) menyatakan bahwa perpustakaan adalah sebuah wadah dimana berkumpulnya berbagai informasi, data ilmu pengetahuan, gagasan-gagasan manusia baik dalam bentuk bahan-bahan tercetak maupun dalam bentuk noncetak.
Sulisryo-basuki (1994 : 1) menyatakan bahwa perpustakaan adalah sebuah tuangan, bagian atau sub bagian dari sebuah gedung atau pun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku biasanya disimpan menutut tata susunan tertentu serta digunakan untuk pengguna perpustakaan. Di dalam perpustakaan juga terdapat layanan, pemustaka melayani pengguna dalam mencari serta menemukan kembali informasi yang pengguna ingin dan butuhkan dapat diakses dan ditemukan kembali sebagai informasi.
Agar informasi yang ada dalam perpustakaan dapat diakses dan digunakan oleh para pengguna perpustakaan, maka perlu adanya interaksi layanan informasi. Interaksi layanan informasi ini dapat digunakan untuk membantu pengguna perpustakaan dalam menelusuran informasi yang di butuhkan dengan cepat, tepat, efektif, dan efisien.
Untuk mengakses informasi tersebut sangat diperlukan adanya interaksi yang melibatkan kerja sama antara pustakawan dan pengguna perpustakaan, sehingga tujuan utama perpustakaan yaitu memberikan pelayanan informasi dapat terlaksana dengan baik.
Dalam perpustakaan terdapat banyak layanan perpustakaan yang harus pengguna pahami dan mengerti, misalnya tentang sistem penelusuran informasi, cara memanfaatan fasilitas perpustakaan, tata tertib dan lain-lain. Dengan demikian, pengguna dapat mengetahui secara derail tentang perpustakaan, fasilitas, pelayanan, dan cara mencari infomasi agar dapat menelusur informasi.
Perlunya memberi pelayanan perpustakaan salah satunya tak lain adalah karna tidak semua pengguna mengetahui seluk beluk perpustakaan dan cara mencari informasi, hal ini disebabkan karena meraka tidak berinteraksi dengan pustakawan untuk mencari informasi dimana interaksi tersebut sangat penting untuk mempermudah dalam penelusuran, sedangkan mereka mengalami gangguan pendengaran, sehingga pelayanan perpustakaan khusus pengguna menjadi sangat penting dalam penelusuran informasi.
Menurut Soewito yang dikutip dalam buku Ortopedagogik Anak Tunarungu adalah seorang yang mengalami ketulian berat sampai total yang tidak dapat lagi menangkap tutur kata tampa memperhatikan gerak bibir lawan bicaranya. Mufti Salim, anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hampatan dalam perkembangan bahasanya.
Penulis dapat menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan dari segi pendengaran yang disebabkan oleh kerusakan atau ketidak berfungsinya sebagian alat pendengar sehingga ia mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan manusia lainnya atau manusia normal.
Apalagi untuk masa seperti sekarang ini informasi menjadi hal yang sangat penting bagi manusia dan selalu mengalami perubahan sampai ke detail-detailnya.Sehingga untuk mendapatkan informasi takkala penting bahkan menjadi suatu yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk memenuhi kebutuhan informasi.
Oleh karena itu, sudah menjadi tugas perpustakaan meminjamkan setiap koleksi atau informasi yang dimiliki untuk digunakan secara optimal oleh penggunanya dan menyesuaikan dengan kondisi pemustakanya sehingga proses temu kembali di perpustakaan tersebut dapat tercipta termasuk di dalamnya adalah pengguna yang berkebutuhan khusus, yakni tuna runggu.
Observasi awal penelitian dengan melihat langsung siswa yang berkebutuhan khusus dalam berinterakasi dengan pemustaka, hal itu diperkuat ketika peneliti diterima sebagai tenaga partime tentunya ada latar belakang yang menjadi dasar mereka mengunjungi perpustakaan dengan kebutuhan informasi mereka datang keperpustakaan dan mencari pengetahuan tentang konsep sebuah perpustakaan.
Selain itu, bekal pengetahuan informasi teknologi sebelumnya terhadap keberhasilan pencarian informasi tidak kalah pentingnya dalam proses temu kembali informasi, bekal ilmu pengetahuan informasi yang dimiliki siswa tunatungu juga akan berpengaruh dalam pencarian informasi yang relevan khususnya interaksi dengan infromasi yang ada di perpustakaan.
Berdasaran uraian di atas untuk memahami perilaku pencarian informasi siswa tunarungu tudak cukup menganalisis dari satu aspek saja, namun harus bersifat menyeluruh dengan dimensi yang dihadapi. Dengan ini maka informasi tepat dan lengkap mengenai perilaku pencarian informasi siswa tunarungu bisa diperoleh dan dirumuskan dengan mudah. Berlatar belakang hal tersebut diterapkan adanya perbaikan pelayanan khusus anak tunarungu akan bisa segera dinikmati oleh pengguna perpustakaan khusus siswa tunarungu.
Keberhasilan dalam pencarian informasi dalam perpustakaan tak lain adanya interaksi pengguna dan pemustaka, hal ini penting diperhatikan mengingat mereka berkebutuhan khusus keterbatasan pendengaran dalam pencarian informasi di perpustakaan menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh pustakawan dan tentunya bantuan dari pustakawan sangat dibutuhkan sehingga efektifitas temu kembali informasi bagi siswa tuna tungu dapat tercipta.
Dengan demikian, interaksi pengguna dengan pemustaka dalam layanan penelusuran informasi memang sangat diperlukan terutama di lingkungan perpustakaan, dan pada kenyataannya masih bayak pemustaka sangat sulit berinteraksi dengan pengguna tunarungu terutama pada perustakaan yang harusnya melayani pengguna menjadi terhambat dalam berkomunikasi dengan siswa tunarungu sehingga masih banyak perpustakaan yang tidak bida melayani pengguna tunarungu dengan menggunakan bahasa mereka. Oleh karena itu, layanan perpustakaan membutuhkan pendidikan pengguna khusus tunarungu yang dilaksanakan secara formal oleh pihak perpustakaan.
Manusia dalam menjalankan fungsinya di masyarakat selain berinteraksi juga melakukan momunikasi begitu juga dengan perpistakaan dalam menjalankan fungsinya dalam pelayana yang sangat membutuhkan interaksi dengan pengguna yang akan terjadi komunikasi pengguna dengan pengguna lainnya maupun dengan pemustaka. Salah satu bentuk interaksi atau komunikasi yaitu saling berbicara yang disampaikan dengan melalui bahasa.
Fenomena yang terjadi pada anak penyandang tunarungu dengan gangguan pendengaran seringkali menimbulkan permasalahan atau problem sendiri yaitu komunikasi dengan pemustaka yang tidak mengerti akan bahasa yang mereka gunakan yang selalu menjadi persoalan di setiap perpustakaan, karena masalah komunikasi yang digunakan oleh penyandang gangguan pendengaran berbeda dengan individu normal. Untuk menunjang pelayanan perpustakaan pemustaka harus menguasai bahasa-bahasa serta metode yang menunjang bagi kemampuan kumunikasinya tersebut.
Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal, masalah atau teka-teki. Juga berarti problematic , yaitu ketidak tentuan. Oleh karena itu, metode dan media alternative apakah dalam interaksi layanan informasi perpustakaan yang sesuai dengan pelayanan khusus anak penyandang gangguan pendengaran sehingga tujuan perpustakaan dapat berhasil dan penelusuran temu kembali informasi di perpustakaan SLB Negeri Pembina Yogyakarta akan telaksana dengan efektif dan efisien.
1.2  Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah yang telah dijelaskan tersebut,Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1.      Apakah metode yang akan pemustaka gunakan dalam memahami dan berinteraksi dengan anak tunarungu ?
2.      Bagaimana penagruh problem interaksi pemustaka dengan anak tunarungu ?
3.      Bagaimana peran pemustaka dalam optimalkan layanan perpustakaan ?
1.3  Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan :
1.    Mendiskripsikan metode dan media yang relevan untuk berinteraksi dengan anak penyandang gangguan pendengaran di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.
2.    Mengetahui arti penting atau manfaat interaksi perpustakaan bagi pengguna perpustakaan yang tunarungu.
3.    Mengetahui peran pemustaka terhadap keberhasilan program optimalisasi interaksi layanan informasi perpustakaan.
1.4  Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1.4  Bagi Pemustaka
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan wawasan dan pemikiran bagi pengelolahan perpustakaan upaya perbaikan dalam perkembangan  perpustakaan agar lebih efektif dan efisien dalam pemberian layanan.
1.4  Bagi Penulis
Guna menambah wawasan dan pengetahuan yang baru dalam pencapai pertasi kerja yang baik.
1.4  Bagi Akademis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lainnya yang berkaitan dengan problematika siswa tunarungu pada perpustakaan.
1.5  Ruang Lingkup Penelitian
Pembahasan tentang anak tunarungu dalam perpustakaan sangatlah luas, akan tetapi yang akan diteliti adalah persoalan atau permasalahan tentang problematika siswa tunarungu pada perustakaan SLB Negeri Pembina Yogyakarta, dan sebagai sampel adalah pengguna anak penyandang pendengaran itu sendiri yang terdaftar sebangai pengguna di perpustakaan tersebut.
1.6  Sistematika Pembahasan
Prnyajian proposal ini terbagi menjadi tiga pokok bab pembahasan yang akan dipahas oleh peneliti adalah sebagai berikut :
Bab I pendahuluan, dalam bab ini akan di uraikan latar belakang masalah, batasan masalah, dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian,  dan sistemstika penulisan.
Bab II tinjauan pustaka dan landasan teori. Bab ini akan mejelaskan tentang tinjauan problematika tunarungu mengenai penelitian sejenis yang pernah dilakukan terdahulu kemudian teori atau literatur yang berkaitan dengan pengguna tunarungu, interaksi pemustaka, dan interaksi layanan informasi yang digunakan penulis sebagai pendukung dalam pengajuan proposal skripsi ini.
Bab III metode penelitian, bab ini akan menjelaskan tentang pengertian metode penelitian, jenis metode penelitian, subyek dan obyek penelitian, tempat dan waktu penelitian, skala pengukuran variabel, variabel penelitian definisi operasional, instrument penelitian, populasi dan sampel penelitian, uji validitas dan reliabilitas, teknik pengumpulan data, analisis data.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Berdasakan hasil penelusuran yang penulis lakukan terhadap seberapa peneliti yang sejenis menemukan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, meskipun peneliti yang penulis temukan peneliti memiliki kesamaan dengan penulis lakukan, namun peneliti tersebut tetap memiliki beberapa perbedaan subyek dan tempat penelitiannya.
Pertama, tugas pratik kerja lapangan yang di laksanakan di Perpustakaan Kedejahteraan Tunanetra Islam Yogyakarta (Yaketunis) yang berlamatkan di Jl. Parangtritis No.46 Yogyakarta 55143 Durasi praktik selama satu bulan terhitung dari tanggal 14 Februari- 14 Maret 2005. Laporan ini untuk mengetahui pandangan dan tanggapan siswa terhadap interaksi pemustaka dengan pengguna yang berkebutuhan khusus seperti tunarunggu di SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah metode observasi, wawancara, dokumentasi, kuesioner, dan study pemustaka. Hasil laporan ini dapat disimpulkan bahwa pandangan siswa mengenai interaksi yang dilakukan pemustaka dengan pengguna di SLB Negeri Pembina Yogyakarta tergolong kurang baik. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat interaksi pemustaka dalam berinteraksi dengan pegguna (81,82%), sistem interaksi ini belum mempermudah pengguna dalam temu kembali koleksi (93.94%).
Dengan menggunakan metode observasi peneliti mengatakan dalam bukunya Arikunto (2002:197) bahwa mengobservasi adalah suatu istilah umum yang mempunyai arti semua bentuk penerimaan data yang dilakukan dengan cara merekam kejadian, menghitung, mengukur dan mencantumkannya. Dalam pelaksanaannya penulis telah mengadakan observasi langsung terhadap kegiatan yang ada di Perpustakaan SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Metode ini penulis gunakan untuk mengumpulkan hasil data-data pengamat tentang hal-hal yang dapat memberikan informasi kepada penulis yang berkaitan dengan  topik yang akan dibahas oleh penulis.
Sedangkan, metode interview adalah metode pengumpukan data dengan cara mewawancarai pihak-pihak terkait yang dapat memberikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan data-data yang dibutuhkan dalam topik yang pembahasan.
Kedua, peneliti yang dilakukan dengan judul “Rehabilitas Anak Tunarunggu Melalui Terapi Bina Bicara di SLB Negeri 1 Bantul” penulis ini belum pernah mengetahui kesamaan pembahasan tentang rehabilitas anak tunarungu melalui terapi bina bicara di data observasi dan survei di UPT- S1 UIN Sunan Kalijaga Yogayakarta penulis tidak memperoleh data itu dalam penelitian ini penulis melakukan penelusuran terhadap penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang akan penulis kaji. Peneliti ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan terapi bina bicara di SLB Negeri 1 Bantul dalam melaksanakan peran dan fungsinya memenuhi kebutuhan anak tunarungu dalam berkimunikasi di SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta dan untuk mengetahui perbedaan sikap dan karakteristik jenis kelamin, usia dan antara  bidang studi eksakta dan non-eksakta terhadap anak tunarungu di SLB Negeri 1 Bantul. Analisis yang dilakukan oleh peneliti adalah analisis kuantitatif deskriptif dengan penerapan metode statistik. Analisis dan pengujian hipotesis tentang ada dan tidaknya perbedaan sikap berdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia, dan antara bidnag studi eksakta dan non eksakta yang menggunakan uji satu jalur (anewa-anova). Hasil penelitian menunjukkan sikap anak tunarungu di SLB Negeri 1 Bantul secara umum adalah baik dan tidak ada perbedaan sikap antara terapi bina bicara laki-laki atau perempuan serta terdapat perbedaan sikap antara terapi bidang eksakta dan non eksakta terhadap terapi bina bicara anak tunarungu di SLB Negeri 1 Bantul.
Ketiga, penelitian Heni Astuti dengan judul “ Aktivitas Dakwah dengan Bahasa Isyarat Bagi Anak Tunarungu (Studi Deskriptif di SLB-B Wijaya Darma 1 Tempel Sleman Yogyakarta)”. Penulis ini lebih memfokuskan penelitian pada pentingnya komunikasi dan media yang digunakan untuk berkomunikasi. Hasil dari penelitian ini memaparkan tentang penggunaan terhadap pelayanan sirkulasi dengan menggunakan interaksi bahasa isyarat bagi anak tunarungu di SLB-B Wijaya Darma 1 Tempel Sleman Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengerahui interaksi pemustaka dengan pengguna bagi anak tunarungu di bagian layanan sirkulasi dan untuk mengetahui apa yang dilakukan pemustaka dalam upaya berinteraksi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Metode pengumpukan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi, wawancara, dan angket (Heni Astuti, 2007).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Problematika
Problem adalah masalah, persoalan, dan masalah menurut beberapa ahli mengatakan, Abdul Cholil mengatakan masalah adalah bagian dari kehidupan setiap orang dan pasti pernah menghadapi masalah bisa bersumber dari diri sendiri maupun bersumber dari orang lain. Istijanto masalah merupakan bagian yang paling penting dalam proses riset sebab masalah member pedoman jenis informasi yang nantinya akan mencari. Menurut Richard Carlson masalah adalah tempat terbaik untuk berlatih agar hati tetap berbuka karena masalah adalah bagian dari kehidupan. Menurut ilmu biologi masalah adalah suatu pengertian atau makna yang belum kita pahami tentang mengapa gejala benda dan gejala peristiwa di alam ini ada dan bisa terjadi atau mengalami proses serta mempengaruhi kehidupan.
1.         Jenis masalah
a.         Masalah sederhana (simple problem)
1)        Ciri : berskala kecil, berdiri sendiri (kurang memiliki sangkut paut dengan masalah lain), tidak langsung konsekuensi yang besar, serta pemecahannya tidak memerlukan pemikiran luas dan mendalam. Biasanya merupakan pemecahan masalah yang dilakukan secara individual.
2)      Scope : pemecahan masalah dilakukan secara individual.
3)      Teknik yang bisa digunakan dilakukan atas dasar intuisi, pengalaman, kebiasaan dan wewenang yang melekat pada jabatannya.
b.      Masalah rumit (complex problem)
1)      Ciri :berskala besar, tidak berdiri sendiri (memiliki kaitan erat dengan masalah lain), mengandung konsekuensi yang besar, serta pemecahannya memerlukan pemikiran yang tajam dan analitis.
2)      Scope : Pemecahan masalahnya dilakukan secara kelompok yang melibatkan pimpinan dan segenap staf pembantunya.
3)      Dalam masalah rumit (complex problem) terdapat dua jenis masalah, yakni masalah terstruktur (structured problem) dan masalah yang tidak terstruktur. (unstructured problem). Masalah yang terstruktur adalah masalah yang jelas faktor penyebabnya bersifat rutin dan biasanya timbul berulang kali sehingga pemecahannya dapat dilakukandengan teknik pengambilan keputusan yang bersifat rutin, repetitif dan dibakukan. Masalah yang tidak terstruktur adalah penyimpangan dari masalah organisasi yang bersifat umum, tidak rutin, tidak jelas faktor penyebab dan konsekuensinya, serta tidak repetitif kasusunya. (Referensi Tri Widodo Utomo).
2.3 Anak Tunarungu
Menurut Prof. Soewito (1991:28) yang dikutip oleh Sarjono dalam buku Ortopedagogik Anak Tunarungu adalah seseorang yang mengalami ketulian berat sampai total yang tidak dapat lagi menangkap tutur kata tanpa memperhatikan gerak bibir lawan bicaranya.
Andres Dwidjosumarto (2011) mengemukakan bahwa seseorang tidak atau kurang mendengar suara dikatakan tunarungu. Mufti Salim (2007) anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.
Menurut Pernamari Somad dan Tati Herawati (1996:27) menyatakan bahwa “Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagaian atau seluruh alat pendenganran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendegarannya dalam kehidupan sehari-hari yang memabawa dampak terhadap kehidupan secara kompleks”.
Sedangkan, menurut Sardjono (1997:7) mengatakan bahwa: “Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan pendengaran sebelum belajar bicara atau kehilangan pendengaran demikian anak sudah mulai belajar bicara karena suatu gangguan pendengaran, suara dan bahasa seolah-olah hilang”.
Sedangkan, sebagian tunawicara adalah mereka yang menderita tuna rungu sejak bayi/lahir yang karenanya tidak dapat menangkap pembicaraan orang lain sehingga tak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya meskipun tak mengalami ganguan pada alat suaranya.
Dari berbagai pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan dari segi pendengaran yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruhnya alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam berkomunikasi dengan orang lain, anak penyandang tunarungu, dan tunawicara adalah anak yang kehilangan kemampuan untuk mendengar baik sebagaian maupun seluruhnya yang mengakibatkan tidak mampu untuk menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupannya sehari-hari dan juga tidak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya.
2.3.1    Pengaruh Pendengaran Bicara dan Bahasa
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran.Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian, pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban.
Bahasa mempunyai fungsi dan peran pokok sebagai mesia untuk berkomunikasi. Dalam fungsinya dapat pula di bedakan berbagai peranan lain dari bahasa seperti:
1.      Bahasa sebagai wahana untuk mengadakan kontak atau hubungan
2.      Untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan, dan keinginan
3.      Untuk mengatur dan menguasai tingkah laku orang lain
4.      Untuk pemberian orang lain
5.      Untuk memperoleh pengetahuan
Perkembangan kemampuan bahasa dan komunikasi anak tunarungu terutama yang tergolong tunarungu total tentu tidak mungkin untuk sampai pada penguasaan bahasa melaui pendengarannya, melainkan harus melalui pendengarannya. Oleh sebab itu, komunikasi bagi anak tunarungu mempergunakan segala aspek yang ada pada dirinya adapun media komunikasi yang dapat digunakan adalah:
1.      Anak tunarungu yang mampu bicara tetap menggunakan bicara sebagai media dan membaca ujaran sebagai sarana penerimaan dari pihak anak tunarungu
2.      Mengunakan isyarat sebagai media.
2.3.2        Klasifikasi Ketunarunguan
Pada umumnya klasifikasi anak tunarunfu dibagi atas dua golongan atau kelompok besar, yaitu tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar sehingga membuat proses informasi bahasa melalui pendengaran baik itu memaki atau tidak memaki alat pendengar, sedangkan kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan mendengaran akan tetapi ia masih mempunyai sisi pendengaran dan pemakaian alat bantu dengan memungkinkan keberhasilan serta membantu proses informasi bahasa melalui pendengaran.
Klasifikasi anak tunarungu menurut Samuel A. Kirk :
0-26 db:           menunjukkan pendengaran yang optimal 0
26-40db:          menunjukkan seseorang mempunyai pendengaran yang optimal 27
40-55db:          menunjukkan mempunyai kesulitan mendengar bunyi yang jauh membutuhkan tempat duduk yang stragis letak dan memerlukan terapi bicara. (tergolong tunarungu ringan 41)
55-70db:          mengerti bahasa percakapan, dan tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara (tergolong tunarunggu sedang 56).
70-90db:          tunarungu yang hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-kadang di anggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus. (tergolong tunarungu berat)
91b:                 mungkin sadar akan adanya bunyi dan suara atau getaran, banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuk proses menerima informasi dan yang bersangkutan diaggap tuli (tergilong tunarungu berat sekali).
2.4         Interkasi
Dalam bukunya (Drs. Soetomo) istilah interaksi adalah suatu hubungan timbal balik antara orang satu dengan orang lainnya.
Interkasi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interkasi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Sedangkan, proses sosial adalah suatu interakasi atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antarmanusia yang berlangsung sepanjang hidupnya di dalam masyarakat. Menurut (Soerjono Soekanto) proses sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk hubungan sosial.
Homans dalam (Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya.
Jadi, penulis dapat menyimpulkan pengertian interaksi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
Interaksi siswa tunarungu dengan pustakawan kerika pencarian informasi, hal ini penting diperhatikan mengingat mereka berkebutuhan khusus. Keterbatasan pendengaran dalam pencarian informasi di perpustakaan menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh pustakawan. Bantuan dari pustakawan di butuhkan sehingga efektifitas temu kembali informasi bagi mahasiswa tunarungu dapat tercipta.
Selain bekal pengetahuan mereka terbatas maka bantuan pemustaka terhadap pengguna tunarungu dangat dibutuhkan bahkan dalam pencarian informasi dan temu kembali pengetahuan koleksi di perpustakaan. Dengan uraian di atas untuk memahami perilaku pencarian informasi siswa tunarungu tidak cukup dengan menganalisis dari satu askpek saja, namun harus bersifat menyeluh dengan dimensi yang dihadapin.
2.4.1        Syarat Terjadinya Interaksi
Syarat terjadinya interaksi social terdiri atas kontak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial tidak hanya dengan bersentuhan fisik. Dengan perkembangan teknologi manusia dapat berhubungan tanpa bersentuhan, misalnya melalui telepon, telegrap, dan lain-lain. Komunikasi dapat diartikan jika seseorang dapat memberi arti pada perilaku orang lain atau perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
2.5.2    Sumber-Sumber Interaksi Sosial
Proses ternjadinya interaksi social yang terjadi dalam masyarakat bersumber dari faktor imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati.
1.        Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap, tindakan, atau tingkah laku dan penampilan fisik seseorang.
2.        Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan seseorang kepada orang lain sehingga ia melaksanakan apa yang disugestikan tanpa berfikir rasional.
3.        Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik kepada orang lain karena penampilan,kebijaksanaan atau pola pikirnya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang yang menaruh simpati.
4.        Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan serupa dengan orang lain yang ditiru (idolanya)
5.        Empati merupakan proses ikut serta merasakan sesuatu yang dialami oleh orang lain. Proses empati biasanya ikut serta merasakan penderitaan orang lain.
2.5              Perpustakaan
Menurut Sutarno (2006:11) perpustakaan berasal dari kata pustaka yang berarti buku. Setelah mendapat awalan per-an menjadi perpustakaan berarti kumpulan buku-buku yang kemudian disebut koleksi bahan pustaka.
Perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian sebuah  gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual (Sulistyo-Basuki, 1993:3).
Lasa Hs (2005:48) pendapat bahwa perpustakaan merupakan sistem informasi yang di dalam terdapat aktivitas pengumpulan, pengolahan, pengawetan, pelestarian, dan pengajian serta penyebaran informasi. Interaksi merupakan produk intelektual dan artistik manusia. Dalam melaksanakan aktivitas tersebut di perlukan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan formal atau nonformal di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, perpustakaan adalah institut pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan karya tekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka.
Dari berbagai definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa perpustakaan merupakan suatu bangunan fisik yang berfungsi untuk menyimpan buku-buku atau jumlah koleksi karya-karya lainnya yang telah disediakan oleh pihak organisasi perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemakai.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pengertian Metode Penelitian
Menurut Koentjaraningrat (1981:13) bahwa metode penelitan adalah cara yang dilaksanakan seorang penulis untuk mengumpulkan, mengklasifikasi, dan menganalisis fakta yang ada ditempat penelitian dengan menggunakan ukuran-ukuran dalam pengetahuan, hal ini dilakukan untuk menemukan kebenaran.
3.2 Jenis Penelitian
Metode ini menggunakan metode survei dengan analisis deskriptif karena sifatnya menjelaskan atau mendeskripsikan fenomena yang diteliti, sedangkan pendekatannya yang digunakan adalah dengan metode kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan untuk mengolah data yang indikatornya berupa angka. Munurut Sugiyono (2008:13), penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.
3.3 Subyek dan Obyek Penelitian
            Subyek penelitian adalah tempat penulis dapat menemukan data penelitian (Arikunto, 2002:113), sedangkan yang menjadi narasumber dari penelitian ini adalah pemustaka yang terdaftar sebagai anggota perpustakaan di SLB Negeri Pembina Yogyakarta yang berjumlah 5.870 orang (sumber: laporan tahunan 2008).
            Obyek penelitian adalah pokok bahasan dari penelitian yang akan diteliti oleh penulis, dalam penelitian ini yang dijadikan obyek penelitian adalah bagaimana interaksi pengguna dengan pustakawan dalam penelusuran informasi di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB Negeri Pembina Yogyakarta, sedangkan waktu pelaksanaan penelitian.
3.5 Skala Pengukuran Variabel
            Menurut Supranto (104-105) dalam penelitian ini skala pengukuran yang digunakan adalah Skala Likert, yaitu pengukuran-pengukuran yang memberikan 5 alternatif jawaban “sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju” terhaadap pertanyaan mengenai item dalam tiap dimensi pada variabel ubdependent (bebas). Jawaban ini di beri skor 1 sampai 5 bobot dari nilai tersebut adalah :
1.      Jawaban sangat setuju diberi bobot 5
2.      Jawaban setuju diberi bobot 4
3.      Jawaban netral diberi bobot 3
4.      Jawaban tidak setuju diberi bobot 2
5.      Jawaban sangat tidak setuju diberi bobot 1
Skala Likert ini kemudian skala individu yang dengan penambahan bobot dari jawaban yang dipilih. Nilai rata-rata dari masing-masing responden dapat dikelompokkan ke dalam kelas interval karena data ini merupakan data ordinal sehingga skala data harus interval. Ukuran interval berguna untuk memberikan informasi tentang interval satu orang atau obyek yang lain. Jumlah kelas adalah 5 sehingga intervalnya dapat dihitung sebagai berikut :
Interval=  =0.8
Dari hasil informasi tersebut dapat di tentukan skala distribusi kriteria pendapat responden sebagai berikut :
1.      Nilai jawaban 1,00 s/d 2,79 = persepsi nilai kwalitas interaksi pengguna dengan pustakawan sangat rendah.
2.      Nilai jawaban 1,80 s/d 2,59 = persepsi nilai kwalitas interaksi pengguna dengan pustakawan rendah.
3.      Nilai jawaban 2,60 s/d 3,39 = persepsi nilai kwalitas interaksi pengguna dengan pustakawan sedang.
4.      Nilai jawaban 3,40 s/d 4,19 = persepsi nilai kwalitas interaksi pengguna dengan pustakawan tinggi.
5.      Nilai jawaban 4,20 s/d 5,00 = persepsi nilai kwalitas interaksi pengguna dengan pustakawan sangat tinggi.
3.6 Variabel Penelitian
Variabel penelitian menurut Suryabrata (1998:72) adalah faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Selain itu menurut Arikunto (2002:96), variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.
Penelitian di atas dapat diambil kedimpulan bahwa interaksi disebut juga sebagai variabel. Karena interaksi mempunyai cirri bervariasi, interaksi seseorang bisa bermacam-macam jenisnya. Variabel dalam penelitan ini bersifat tunggal, yaitu interaksi pengguna dengan pemustaka di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.
Dasar yang dipakai untuk mengetahui interaksi pengguna dengan pemustaka sesuai dengan pendapat Supardi (1989:68-69), adalah :
1.        Interaksi;
2.        Kuantitas;
3.        Kualitas;
4.        Pengetahuan;
5.        Daya tanggap;
6.        Hubungan;
7.        Kendala;
3.7 Definisi Operasional
Problematika adalah masalah atau persoalan yang dihadapi untuk diselesaikan atau diluruskan dengan baik.
Pengguna adalah pengguna perpustakaan, baik mahasiswa, karyawan, atau masyrakat yang memanfaatkan jasa layanan perpustakaan.
Interaksi adalah komunikasi, atau bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi atau berbicara.
Pemustaka adalah karyawan perpustakaan, menjaga perpustakaan atau orang yang melayani pengguna dalam perpustakaan.
Perpustakaan SLB Negeri Pembina Yogyakarta adalah perpustakaan milik SLB Negeri Pembina Yogyakarta yang melayani siswa dan siswi di Sekolah Luar Biasa.
3.8 Instrumen Penelitian
Menurut Arikunto (1998:158) instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner karena responden yang dipakai dalam penelitian ini adalah pemustaka dan pustakawan di SLB Nigeri Pembina Yogyakarta. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting, yaitu valid dan reliabel. Selain valid dan reliabel, pembuatan instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini perlu diuji validitas dan reliabilitasnya dengan cara melakukan uji coba pada anggota perpustakaan Negeri Pembina Yogyakarta sebanyak 100 orang sebagai sampel penelitian. Alasan penulis mengambil pengguna dan pustakawan sebagai sampel penelitian karena pengguna dan pustakawan dianggap lebih tahu kwalitas interaksi sehingga data yang doperoleh lebih akurat. Berikut ini adalah daftar kisi-kisi veriabel dan indicator yang digunakan sebagai pedoman bagi penulis untuk mengembangkan intrumen.
Tabel 1
Kisi-kisi Variabel dan Indikator
variabel
indikator
No.item
jumlah
Problematika siswa tunarungu di perpustakaan SLB Negeri Pembina Yogyakarta
a.       Interaksi;
b.       Kuantitas;
c.        Kualitas;
d.       Pengetahuan;
e.        Daya tanggap;
f.        Hubungan;
g.        Kendala;

1,2,3,4
5,6,7
8,9,10
11,12,13,14
15,16,17,18
19,20,21
22,23,24
4
3
3
4
4
3
3

3.9 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi didefinisikan menjadi kelompok subjek yang hendak dikenali generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2005:77). Dalam penelitian ini sebagai populasi adalah pengguna dan pustakawan perpustakaan SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Jumlah pengguna terdiri dari 5.870 orang (sumber:laporan tahunan 2008).
Sedangkan, sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,2008:118). Penelitian ini dilakukan hanya dengan mengambil sampelnya saja. Satuan sampelnya adalah pengguna dan pustakawan perpustakaan SLB Negeri Pembina Yogyakarta.
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sampling aksidental, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data (Sugiono, 2006:60).
Terkait dengan penelitian ini, maka pengambilan sampel dengan teknik aksidental adalah suatu teknik pengambilan dimana setiap pengguna dan pustakawan perpustakaan yang ditemui pada saat penelitian dapat dijadikan sampel. Alasan penulis menggunakan metode pengambilan sampel dengan teknik aksidental adalah :
1.      Penyebaran kuesioner dilakukan di perpustakaan sehingga responden yang member jawaban adalah benar-benar pengunakan perpustakaan.
2.      Penyebaran kuesioner dilakukan pada saat pengguna memasuki perpustakaan dan akan dikumpulkan kembali pada saat akan keluar dari perpustakaan.
Penentuan besarnya sampel penelitian ini 1,7%, dilakukan berdasarkan pendapat Azwar (1997:77) bahwa semakin besar jumlah populasi penelitian, maka semakin kecil jumlah sampel penelitian. Jika populasinya kurang lebih dari 10.000 maka, sampel dapat diambil dari 1-5%, atau 10-15%, ayau 20-25%, atau lebih, tergantung kemampuan peneliti, luas sempitnya sampel penelitian dan besar kecilnya risiko yang akan diranggung oleh peneliti.
1,7% dari 5.870=  = 99,79 dibulatkan menjadi 100.
3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas
3.8.1 uji Validitas
Menurut arikunto (1993:219) validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur. Ada dua jenis validitas untuk intrumen penelitian, yaitu validitas logis dan empiris. Intrumen dikatakan logis apabila secara analisis akal sudah sesuai dengan isi, sedangkan instrumen yang sudah mempunyai aspek yang diukur sudah memiliki validitas konstruksi.
Pada penelitian ini instrumen yang diuji validitasnya adalah instrumen interaksi pengguna dan pustakawan di SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan-pertanyaan dengan skor total dan menggunakan teknik korelasi prodact moment.
Rumus yang digunakan dalam menguji validitas yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah rumus product moment dalam Arikunto (2002:146).
Rumus :
Rxy =
Rxy       = koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
N         = jumlah subjek uji coba
∑X      =jumlah skor butir (X)
∑X2       = jumlah butir kuadrat (X)
∑Y      =jumlah skor total (Y)
∑Y2       =jumalah skor kuadrat (Y)
∑XY   =jumlah perkalian skor butir dengan skor total

Dalam hal ini, uji validitas dilakukan dengan menggunakan perangkat SPSS For Windows Version 11 dengan tingkat signifikasi untuk validitas minimum 0.3. Dengan kata lain, apabila hasil validitas di bawah 0.3 maka tidak signefikan.
3.8.2        Uji Reliabilitas
Menurut singarimbun (1995:140), uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan atau dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi satu alat pengukuran didalam pengukur gejala yang sama. Reliabilitas jawaban dari angket untuk mengukur variable pada penelitian ini berdasarkan item-item valid dengan menggunakan teknik alpha cronbach.
Rumus :
R =
R         = Koefisien Reliabilitas yang dicari
K         = Jumlah butir pertanyaan
O2          = Varian butir-butir pertanyaan
O2          = Varian skor
Uji reliabilitas menggunakan perangkat SPSS For Windiws Version 11 dengan tingkat signifikasi reliabilitas minimum 0.6. dengan kata lain, apabila hasil validitas di bawah 0.6 maka hasil dinyatakan tidak signifikan.
3.11 Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, instrumen utama yang dipakai penulis adalah kuesioner (angket);
1.      Angket
Menurut Hadi (1991:147) angket adalah suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula. Dedangkan menurut Arikunto (2006:128) angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari responden dalam arti laporan tentang dirinya atau hal-hal yang ia ketahui. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis kuesioner langsung yaitu kuesioner yang daftar pertanyaannya diberikan langsung kepada responden (pengguna yang terdaftar sebagai anggota perpustakaan SLB Negeri Pembina Yogyakarta). Kuesioner dibuat dari hasil modifikasi beberapa penelitian sebelumnya.
2.      Dokumentasi
Selain itu, Arikunto (1993:131) mengatakan bahwa metode dokumentasi adalah salah satu teknik perolehan data dari dokumen-dokumen yang ada pada benda-benda tertulis seperti buku-buku, notulensi, makalah, transkip, agenda dan sebagainya. Jadi, dokumentasi adalah metode pengumpukan data yang dilakukan dengan meneliti bahan dikumentasi yang ada dan memiliki relevansi sesuai dengan tujuan penelitian. Pengumpulan data melalui pengumpulan dokumentasi dalam penelitian ini untuk memperoleh data mengenai jumlah anggota perpustakaan, gambaran umum perpustakaan, buku panduan perpustakaan, dan data statistik perpustakaan.
3.    Observes
Menutrut Hadi (1991:136) bahwa observasi merupakan suatu pengamatan yang khusus dan pencatatan yang sistematis ditujukan pada satu atau beberapa masalah dalam penelitian dengan maksud mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Jadi, observasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah observasi non partisipan, yaitu penulis tidak turut ambil dalam kegiatan yang diteliti, metode ini digunakan sebagai pelengkap dan penguat data yang telah diperoleh melalui metode sebelumnya.
3.11 Analisis Data
Data yang diperoleh dikumpulkan dan diolah selanjutnya dianalisis sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam menjawab permasalah penelitian. Analisis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah analisis deskriptif kuantitatif data-data diolah mengguanakan teknik tabulasi dengan menyajikan hasil penelitian pada table distribusi frekuensi dan presentase lalu dideskrifsikan.
Rumusnya adalah sebagai berikut :
1.      Untuk memperoleh frekuensi relatif (angka, persenan) digunakan rumus (Sudijono,2006:43):
P = f / N x 100%
Keterangan :

F = frekuensi yang sedang dicari presentasenya.
N = jumlah frekuensi atau bayaknya individu.
P = angka presentase
2.      Nilai rata-rata interakasi pengguna dengan pustakawan :
Nilai Skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan pendapatnya Supranto (104-105), yaitu :
1.      Jawaban sangat setuju diberi bobot 5
2.      Jawaban setuju diberi bobot 4
3.      Jawaban netral diberi bobot 3
4.      Jawaban tidak setuju diberi bobot 2
5.      Jawaban sangat tidak setuju diberi bobot 1
Skala Likert ini kemudian menskala individu yang bersangkutan dengan penambahan bobot dari jawaban yang dipilih. Nilai rata-rata dari masing-masing responden dapat dikelompokkan kedalam kelas interval. Jumlah kelas adalah 5, sehingga interval dapat dihitung sebagai berikut :
Interval =
Interval =  = 0.8
1.      Nilai jawaban 1,00 s/d 2,79 = sengat rendah
2.      Nilai jawaban 1,80 s/d 2,59 = rendah
3.      Nilai jawaban 2,60 s/d 3,39 = sedang
4.      Nilai jawaban 3,40 s/d 4,19 = tinggi
5.      Nilai jawaban 4,20 s/d 5,00 = sangat tinggi




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: