PROBLRMATIKA SISWA TUNA
RUNGU DI PERPUSTAKAAN
SLB NEGERI PEMBINA
YOGYAKARTA
PROPOSAL PENELITIAN
untuk
Memenuhi Tugas Akhir Semester V
Mata
Kuliah Teknik Penulisan Kelas C
Dosen
Pengampu : Alfiati Handayu Diyah Fitriyani, S.Pd.,M.Pd
Oleh
:
AYU
RAYNA WULANDARI
10140106
PROGRAM STUDI ILMU
PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum,
perpustakaan sebagai suatu organisasi yang tidak lepas dari masalah yang sama
dalam meningkatkan layanan, yakni perlunya kopetensi, dan profesionalisme di
kalangan pusyakawannya. Menurut Mudhoffir (1992:53) menyatakan bahwa
perpustakaan adalah sebuah wadah dimana berkumpulnya berbagai informasi, data
ilmu pengetahuan, gagasan-gagasan manusia baik dalam bentuk bahan-bahan
tercetak maupun dalam bentuk noncetak.
Sulisryo-basuki
(1994 : 1) menyatakan bahwa perpustakaan adalah sebuah tuangan, bagian atau sub
bagian dari sebuah gedung atau pun gedung itu sendiri yang digunakan untuk
menyimpan buku biasanya disimpan menutut tata susunan tertentu serta digunakan
untuk pengguna perpustakaan. Di dalam perpustakaan juga terdapat layanan,
pemustaka melayani pengguna dalam mencari serta menemukan kembali informasi
yang pengguna ingin dan butuhkan dapat diakses dan ditemukan kembali sebagai
informasi.
Agar informasi
yang ada dalam perpustakaan dapat diakses dan digunakan oleh para pengguna
perpustakaan, maka perlu adanya interaksi layanan informasi. Interaksi layanan
informasi ini dapat digunakan untuk membantu pengguna perpustakaan dalam
menelusuran informasi yang di butuhkan dengan cepat, tepat, efektif, dan
efisien.
Untuk mengakses
informasi tersebut sangat diperlukan adanya interaksi yang melibatkan kerja
sama antara pustakawan dan pengguna perpustakaan, sehingga tujuan utama
perpustakaan yaitu memberikan pelayanan informasi dapat terlaksana dengan baik.
Dalam
perpustakaan terdapat banyak layanan perpustakaan yang harus pengguna pahami
dan mengerti, misalnya tentang sistem penelusuran informasi, cara memanfaatan
fasilitas perpustakaan, tata tertib dan lain-lain. Dengan demikian, pengguna
dapat mengetahui secara derail tentang perpustakaan, fasilitas, pelayanan, dan
cara mencari infomasi agar dapat menelusur informasi.
Perlunya memberi
pelayanan perpustakaan salah satunya tak lain adalah karna tidak semua pengguna
mengetahui seluk beluk perpustakaan dan cara mencari informasi, hal ini
disebabkan karena meraka tidak berinteraksi dengan pustakawan untuk mencari
informasi dimana interaksi tersebut sangat penting untuk mempermudah dalam
penelusuran, sedangkan mereka mengalami gangguan pendengaran, sehingga
pelayanan perpustakaan khusus pengguna menjadi sangat penting dalam penelusuran
informasi.
Menurut Soewito
yang dikutip dalam buku Ortopedagogik Anak Tunarungu adalah seorang yang
mengalami ketulian berat sampai total yang tidak dapat lagi menangkap tutur
kata tampa memperhatikan gerak bibir lawan bicaranya. Mufti Salim, anak
tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hampatan dalam perkembangan
bahasanya.
Penulis dapat
menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan dari
segi pendengaran yang disebabkan oleh kerusakan atau ketidak berfungsinya
sebagian alat pendengar sehingga ia mengalami hambatan dalam berinteraksi
dengan manusia lainnya atau manusia normal.
Apalagi untuk
masa seperti sekarang ini informasi menjadi hal yang sangat penting bagi
manusia dan selalu mengalami perubahan sampai ke detail-detailnya.Sehingga
untuk mendapatkan informasi takkala penting bahkan menjadi suatu yang harus
dimiliki oleh setiap orang untuk memenuhi kebutuhan informasi.
Oleh karena itu,
sudah menjadi tugas perpustakaan meminjamkan setiap koleksi atau informasi yang
dimiliki untuk digunakan secara optimal oleh penggunanya dan menyesuaikan
dengan kondisi pemustakanya sehingga proses temu kembali di perpustakaan
tersebut dapat tercipta termasuk di dalamnya adalah pengguna yang berkebutuhan
khusus, yakni tuna runggu.
Observasi awal
penelitian dengan melihat langsung siswa yang berkebutuhan khusus dalam
berinterakasi dengan pemustaka, hal itu diperkuat ketika peneliti diterima
sebagai tenaga partime tentunya ada
latar belakang yang menjadi dasar mereka mengunjungi perpustakaan dengan
kebutuhan informasi mereka datang keperpustakaan dan mencari pengetahuan
tentang konsep sebuah perpustakaan.
Selain itu,
bekal pengetahuan informasi teknologi sebelumnya terhadap keberhasilan
pencarian informasi tidak kalah pentingnya dalam proses temu kembali informasi,
bekal ilmu pengetahuan informasi yang dimiliki siswa tunatungu juga akan
berpengaruh dalam pencarian informasi yang relevan khususnya interaksi dengan
infromasi yang ada di perpustakaan.
Berdasaran
uraian di atas untuk memahami perilaku pencarian informasi siswa tunarungu
tudak cukup menganalisis dari satu aspek saja, namun harus bersifat menyeluruh
dengan dimensi yang dihadapi. Dengan ini maka informasi tepat dan lengkap
mengenai perilaku pencarian informasi siswa tunarungu bisa diperoleh dan
dirumuskan dengan mudah. Berlatar belakang hal tersebut diterapkan adanya
perbaikan pelayanan khusus anak tunarungu akan bisa segera dinikmati oleh
pengguna perpustakaan khusus siswa tunarungu.
Keberhasilan
dalam pencarian informasi dalam perpustakaan tak lain adanya interaksi pengguna
dan pemustaka, hal ini penting diperhatikan mengingat mereka berkebutuhan
khusus keterbatasan pendengaran dalam pencarian informasi di perpustakaan
menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh pustakawan dan tentunya
bantuan dari pustakawan sangat dibutuhkan sehingga efektifitas temu kembali
informasi bagi siswa tuna tungu dapat tercipta.
Dengan demikian,
interaksi pengguna dengan pemustaka dalam layanan penelusuran informasi memang
sangat diperlukan terutama di lingkungan perpustakaan, dan pada kenyataannya
masih bayak pemustaka sangat sulit berinteraksi dengan pengguna tunarungu
terutama pada perustakaan yang harusnya melayani pengguna menjadi terhambat
dalam berkomunikasi dengan siswa tunarungu sehingga masih banyak perpustakaan
yang tidak bida melayani pengguna tunarungu dengan menggunakan bahasa mereka.
Oleh karena itu, layanan perpustakaan membutuhkan pendidikan pengguna khusus
tunarungu yang dilaksanakan secara formal oleh pihak perpustakaan.
Manusia dalam
menjalankan fungsinya di masyarakat selain berinteraksi juga melakukan
momunikasi begitu juga dengan perpistakaan dalam menjalankan fungsinya dalam
pelayana yang sangat membutuhkan interaksi dengan pengguna yang akan terjadi
komunikasi pengguna dengan pengguna lainnya maupun dengan pemustaka. Salah satu
bentuk interaksi atau komunikasi yaitu saling berbicara yang disampaikan dengan
melalui bahasa.
Fenomena yang
terjadi pada anak penyandang tunarungu dengan gangguan pendengaran seringkali
menimbulkan permasalahan atau problem sendiri yaitu komunikasi dengan pemustaka
yang tidak mengerti akan bahasa yang mereka gunakan yang selalu menjadi
persoalan di setiap perpustakaan, karena masalah komunikasi yang digunakan oleh
penyandang gangguan pendengaran berbeda dengan individu normal. Untuk menunjang
pelayanan perpustakaan pemustaka harus menguasai bahasa-bahasa serta metode
yang menunjang bagi kemampuan kumunikasinya tersebut.
Problematika
adalah berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal, masalah
atau teka-teki. Juga berarti problematic
, yaitu ketidak tentuan. Oleh karena itu, metode dan media alternative apakah
dalam interaksi layanan informasi perpustakaan yang sesuai dengan pelayanan
khusus anak penyandang gangguan pendengaran sehingga tujuan perpustakaan dapat
berhasil dan penelusuran temu kembali informasi di perpustakaan SLB Negeri
Pembina Yogyakarta akan telaksana dengan efektif dan efisien.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian
latar belakang masalah yang telah dijelaskan tersebut,Adapun yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Apakah
metode yang akan pemustaka gunakan dalam memahami dan berinteraksi dengan anak
tunarungu ?
2. Bagaimana
penagruh problem interaksi pemustaka dengan anak tunarungu ?
3. Bagaimana
peran pemustaka dalam optimalkan layanan perpustakaan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan
rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan :
1. Mendiskripsikan
metode dan media yang relevan untuk berinteraksi dengan anak penyandang
gangguan pendengaran di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.
2. Mengetahui
arti penting atau manfaat interaksi perpustakaan bagi pengguna perpustakaan
yang tunarungu.
3. Mengetahui
peran pemustaka terhadap keberhasilan program optimalisasi interaksi layanan
informasi perpustakaan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat :
1.4 Bagi
Pemustaka
Hasil penelitian ini
diharapkan sebagai sumbangan wawasan dan pemikiran bagi pengelolahan
perpustakaan upaya perbaikan dalam perkembangan
perpustakaan agar lebih efektif dan efisien dalam pemberian layanan.
1.4 Bagi
Penulis
Guna menambah wawasan
dan pengetahuan yang baru dalam pencapai pertasi kerja yang baik.
1.4 Bagi
Akademis
Hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lainnya yang berkaitan
dengan problematika siswa tunarungu pada perpustakaan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Pembahasan
tentang anak tunarungu dalam perpustakaan sangatlah luas, akan tetapi yang akan
diteliti adalah persoalan atau permasalahan tentang problematika siswa
tunarungu pada perustakaan SLB Negeri Pembina Yogyakarta, dan sebagai sampel
adalah pengguna anak penyandang pendengaran itu sendiri yang terdaftar sebangai
pengguna di perpustakaan tersebut.
1.6 Sistematika Pembahasan
Prnyajian
proposal ini terbagi menjadi tiga pokok bab pembahasan yang akan dipahas oleh
peneliti adalah sebagai berikut :
Bab I
pendahuluan, dalam bab ini akan di uraikan latar belakang masalah, batasan
masalah, dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang
lingkup penelitian, dan sistemstika
penulisan.
Bab II tinjauan
pustaka dan landasan teori. Bab ini akan mejelaskan tentang tinjauan
problematika tunarungu mengenai penelitian sejenis yang pernah dilakukan
terdahulu kemudian teori atau literatur yang berkaitan dengan pengguna
tunarungu, interaksi pemustaka, dan interaksi layanan informasi yang digunakan
penulis sebagai pendukung dalam pengajuan proposal skripsi ini.
Bab III metode
penelitian, bab ini akan menjelaskan tentang pengertian metode penelitian,
jenis metode penelitian, subyek dan obyek penelitian, tempat dan waktu
penelitian, skala pengukuran variabel, variabel penelitian definisi
operasional, instrument penelitian, populasi dan sampel penelitian, uji
validitas dan reliabilitas, teknik pengumpulan data, analisis data.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
Berdasakan hasil penelusuran yang penulis lakukan
terhadap seberapa peneliti yang sejenis menemukan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, meskipun peneliti yang penulis temukan
peneliti memiliki kesamaan dengan penulis lakukan, namun peneliti tersebut
tetap memiliki beberapa perbedaan subyek dan tempat penelitiannya.
Pertama, tugas pratik kerja lapangan yang di
laksanakan di Perpustakaan Kedejahteraan Tunanetra Islam Yogyakarta (Yaketunis)
yang berlamatkan di Jl. Parangtritis No.46 Yogyakarta 55143 Durasi praktik
selama satu bulan terhitung dari tanggal 14 Februari- 14 Maret 2005. Laporan
ini untuk mengetahui pandangan dan tanggapan siswa terhadap interaksi pemustaka
dengan pengguna yang berkebutuhan khusus seperti tunarunggu di SLB Negeri
Pembina Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah metode observasi, wawancara,
dokumentasi, kuesioner, dan study pemustaka. Hasil laporan ini dapat
disimpulkan bahwa pandangan siswa mengenai interaksi yang dilakukan pemustaka
dengan pengguna di SLB Negeri Pembina Yogyakarta tergolong kurang baik. Hal ini
ditunjukkan oleh tingkat interaksi pemustaka dalam berinteraksi dengan pegguna
(81,82%), sistem interaksi ini belum mempermudah pengguna dalam temu kembali
koleksi (93.94%).
Dengan menggunakan metode observasi peneliti
mengatakan dalam bukunya Arikunto (2002:197) bahwa mengobservasi adalah suatu
istilah umum yang mempunyai arti semua bentuk penerimaan data yang dilakukan
dengan cara merekam kejadian, menghitung, mengukur dan mencantumkannya. Dalam
pelaksanaannya penulis telah mengadakan observasi langsung terhadap kegiatan
yang ada di Perpustakaan SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Metode ini penulis
gunakan untuk mengumpulkan hasil data-data pengamat tentang hal-hal yang dapat
memberikan informasi kepada penulis yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas oleh penulis.
Sedangkan, metode interview adalah metode pengumpukan data dengan cara mewawancarai
pihak-pihak terkait yang dapat memberikan informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan data-data yang dibutuhkan dalam topik yang
pembahasan.
Kedua, peneliti yang dilakukan dengan judul
“Rehabilitas Anak Tunarunggu Melalui Terapi Bina Bicara di SLB Negeri 1 Bantul”
penulis ini belum pernah mengetahui kesamaan pembahasan tentang rehabilitas
anak tunarungu melalui terapi bina bicara di data observasi dan survei di UPT-
S1 UIN Sunan Kalijaga Yogayakarta penulis tidak memperoleh data itu dalam
penelitian ini penulis melakukan penelusuran terhadap penelitian terdahulu
terkait dengan penelitian yang akan penulis kaji. Peneliti ini dimaksudkan
untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan terapi bina bicara di SLB
Negeri 1 Bantul dalam melaksanakan peran dan fungsinya memenuhi kebutuhan anak
tunarungu dalam berkimunikasi di SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta dan untuk
mengetahui perbedaan sikap dan karakteristik jenis kelamin, usia dan antara bidang studi eksakta dan non-eksakta terhadap
anak tunarungu di SLB Negeri 1 Bantul. Analisis yang dilakukan oleh peneliti
adalah analisis kuantitatif deskriptif dengan penerapan metode statistik.
Analisis dan pengujian hipotesis tentang ada dan tidaknya perbedaan sikap
berdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia, dan antara bidnag studi eksakta
dan non eksakta yang menggunakan uji satu jalur (anewa-anova). Hasil penelitian
menunjukkan sikap anak tunarungu di SLB Negeri 1 Bantul secara umum adalah baik
dan tidak ada perbedaan sikap antara terapi bina bicara laki-laki atau
perempuan serta terdapat perbedaan sikap antara terapi bidang eksakta dan non
eksakta terhadap terapi bina bicara anak tunarungu di SLB Negeri 1 Bantul.
Ketiga, penelitian Heni Astuti dengan judul “
Aktivitas Dakwah dengan Bahasa Isyarat Bagi Anak Tunarungu (Studi Deskriptif di
SLB-B Wijaya Darma 1 Tempel Sleman Yogyakarta)”. Penulis ini lebih memfokuskan
penelitian pada pentingnya komunikasi dan media yang digunakan untuk
berkomunikasi. Hasil dari penelitian ini memaparkan tentang penggunaan terhadap
pelayanan sirkulasi dengan menggunakan interaksi bahasa isyarat bagi anak
tunarungu di SLB-B Wijaya Darma 1 Tempel Sleman Yogyakarta. Penelitian ini
bertujuan untuk mengerahui interaksi pemustaka dengan pengguna bagi anak
tunarungu di bagian layanan sirkulasi dan untuk mengetahui apa yang dilakukan
pemustaka dalam upaya berinteraksi. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif kuantitatif. Metode pengumpukan data yang digunakan
adalah observasi, dokumentasi, wawancara, dan angket (Heni Astuti, 2007).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Problematika
Problem adalah masalah, persoalan, dan masalah
menurut beberapa ahli mengatakan, Abdul Cholil mengatakan masalah adalah bagian
dari kehidupan setiap orang dan pasti pernah menghadapi masalah bisa bersumber
dari diri sendiri maupun bersumber dari orang lain. Istijanto masalah merupakan
bagian yang paling penting dalam proses riset sebab masalah member pedoman
jenis informasi yang nantinya akan mencari. Menurut Richard Carlson masalah adalah tempat terbaik untuk berlatih agar hati
tetap berbuka karena masalah adalah bagian dari kehidupan. Menurut ilmu biologi
masalah adalah suatu pengertian atau makna yang belum kita pahami tentang
mengapa gejala benda dan gejala peristiwa di alam ini ada dan bisa terjadi atau
mengalami proses serta mempengaruhi kehidupan.
1.
Jenis
masalah
a.
Masalah
sederhana (simple problem)
1)
Ciri
: berskala kecil, berdiri sendiri (kurang memiliki sangkut paut dengan masalah
lain), tidak langsung konsekuensi yang besar, serta pemecahannya tidak
memerlukan pemikiran luas dan mendalam. Biasanya merupakan pemecahan masalah
yang dilakukan secara individual.
2) Scope : pemecahan masalah dilakukan
secara individual.
3) Teknik yang bisa digunakan dilakukan
atas dasar intuisi, pengalaman, kebiasaan dan wewenang yang melekat pada
jabatannya.
b. Masalah rumit (complex problem)
1) Ciri :berskala besar, tidak berdiri
sendiri (memiliki kaitan erat dengan masalah lain), mengandung konsekuensi yang
besar, serta pemecahannya memerlukan pemikiran yang tajam dan analitis.
2) Scope : Pemecahan masalahnya
dilakukan secara kelompok yang melibatkan pimpinan dan segenap staf
pembantunya.
3) Dalam masalah rumit (complex
problem) terdapat dua jenis masalah, yakni masalah terstruktur (structured
problem) dan masalah yang tidak terstruktur. (unstructured problem).
Masalah yang terstruktur adalah masalah yang jelas faktor penyebabnya bersifat
rutin dan biasanya timbul berulang kali sehingga pemecahannya dapat
dilakukandengan teknik pengambilan keputusan yang bersifat rutin, repetitif dan
dibakukan. Masalah yang tidak terstruktur adalah penyimpangan dari masalah
organisasi yang bersifat umum, tidak rutin, tidak jelas faktor penyebab dan
konsekuensinya, serta tidak repetitif kasusunya. (Referensi Tri Widodo Utomo).
2.3 Anak Tunarungu
Menurut Prof. Soewito (1991:28) yang dikutip oleh
Sarjono dalam buku Ortopedagogik Anak Tunarungu adalah seseorang yang mengalami
ketulian berat sampai total yang tidak dapat lagi menangkap tutur kata tanpa
memperhatikan gerak bibir lawan bicaranya.
Andres Dwidjosumarto (2011) mengemukakan bahwa
seseorang tidak atau kurang mendengar suara dikatakan tunarungu. Mufti Salim
(2007) anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasanya.
Menurut
Pernamari Somad dan Tati Herawati (1996:27) menyatakan bahwa “Tunarungu adalah seseorang yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau
seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagaian atau seluruh
alat pendenganran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendegarannya dalam
kehidupan sehari-hari yang memabawa dampak terhadap kehidupan secara kompleks”.
Sedangkan, menurut
Sardjono (1997:7) mengatakan
bahwa: “Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan pendengaran sebelum belajar
bicara atau kehilangan pendengaran demikian anak sudah mulai belajar bicara
karena suatu gangguan pendengaran, suara dan bahasa seolah-olah hilang”.
Sedangkan, sebagian
tunawicara adalah mereka yang menderita tuna rungu sejak bayi/lahir yang
karenanya tidak dapat menangkap pembicaraan orang lain sehingga tak mampu
mengembangkan kemampuan bicaranya meskipun tak mengalami ganguan pada alat
suaranya.
Dari
berbagai pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa anak tunarungu
adalah anak yang mengalami kekurangan dari segi pendengaran yang disebabkan
oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruhnya alat
pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam berkomunikasi dengan orang
lain, anak penyandang tunarungu, dan
tunawicara adalah anak yang kehilangan kemampuan untuk mendengar baik sebagaian
maupun seluruhnya yang mengakibatkan tidak mampu untuk menggunakan alat
pendengarannya dalam kehidupannya sehari-hari dan juga tidak mampu
mengembangkan kemampuan bicaranya.
2.3.1
Pengaruh
Pendengaran Bicara dan Bahasa
Perkembangan bahasa
dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran.Akibat terbatasnya
ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan
demikian, pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa
meraban.
Bahasa mempunyai fungsi dan peran pokok sebagai mesia untuk berkomunikasi. Dalam fungsinya dapat pula di bedakan berbagai peranan lain dari bahasa seperti:
Bahasa mempunyai fungsi dan peran pokok sebagai mesia untuk berkomunikasi. Dalam fungsinya dapat pula di bedakan berbagai peranan lain dari bahasa seperti:
1. Bahasa
sebagai wahana untuk mengadakan kontak atau hubungan
2. Untuk
mengungkapkan perasaan, kebutuhan, dan keinginan
3. Untuk
mengatur dan menguasai tingkah laku orang lain
4. Untuk
pemberian orang lain
5. Untuk
memperoleh pengetahuan
Perkembangan
kemampuan bahasa dan komunikasi anak tunarungu terutama yang tergolong
tunarungu total tentu tidak mungkin untuk sampai pada penguasaan bahasa melaui
pendengarannya, melainkan harus melalui pendengarannya. Oleh sebab itu,
komunikasi bagi anak tunarungu mempergunakan segala aspek yang ada pada dirinya
adapun media komunikasi yang dapat digunakan adalah:
1. Anak
tunarungu yang mampu bicara tetap menggunakan bicara sebagai media dan membaca
ujaran sebagai sarana penerimaan dari pihak anak tunarungu
2. Mengunakan
isyarat sebagai media.
2.3.2
Klasifikasi
Ketunarunguan
Pada
umumnya klasifikasi anak tunarunfu dibagi atas dua golongan atau kelompok
besar, yaitu tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah seseorang yang mengalami
kehilangan kemampuan mendengar sehingga membuat proses informasi bahasa melalui
pendengaran baik itu memaki atau tidak memaki alat pendengar, sedangkan kurang
dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan mendengaran
akan tetapi ia masih mempunyai sisi pendengaran dan pemakaian alat bantu dengan
memungkinkan keberhasilan serta membantu proses informasi bahasa melalui
pendengaran.
Klasifikasi anak tunarungu menurut
Samuel A. Kirk :
0-26
db: menunjukkan pendengaran yang
optimal 0
26-40db: menunjukkan seseorang mempunyai
pendengaran yang optimal 27
40-55db: menunjukkan
mempunyai kesulitan mendengar bunyi yang jauh membutuhkan tempat duduk yang
stragis letak dan memerlukan terapi bicara. (tergolong tunarungu ringan 41)
55-70db: mengerti
bahasa percakapan, dan tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat
bantu dengar dan terapi bicara (tergolong tunarunggu sedang 56).
70-90db: tunarungu
yang hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-kadang di anggap
tuli, membutuhkan pendidikan khusus intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan
latihan bicara secara khusus. (tergolong tunarungu berat)
91b: mungkin
sadar akan adanya bunyi dan suara atau getaran, banyak bergantung pada
penglihatan dari pada pendengaran untuk proses menerima informasi dan yang
bersangkutan diaggap tuli (tergilong tunarungu berat sekali).
2.4
Interkasi
Dalam bukunya (Drs. Soetomo) istilah interaksi adalah suatu
hubungan timbal balik antara orang satu dengan orang lainnya.
Interkasi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang
menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan
kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interkasi sosial maka tidak akan mungkin
ada kehidupan bersama. Sedangkan, proses sosial adalah suatu interakasi atau
hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antarmanusia yang berlangsung
sepanjang hidupnya di dalam masyarakat. Menurut (Soerjono Soekanto) proses
sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu
dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk
hubungan sosial.
Homans dalam (Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai
suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap
individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan
oleh individu lain yang menjadi pasangannya.
Jadi, penulis dapat menyimpulkan pengertian interaksi adalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu
stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
Interaksi siswa tunarungu dengan pustakawan kerika pencarian
informasi, hal ini penting diperhatikan mengingat mereka berkebutuhan khusus.
Keterbatasan pendengaran dalam pencarian informasi di perpustakaan menjadi hal
penting yang harus diperhatikan oleh pustakawan. Bantuan dari pustakawan di
butuhkan sehingga efektifitas temu kembali informasi bagi mahasiswa tunarungu
dapat tercipta.
Selain bekal pengetahuan mereka terbatas maka bantuan
pemustaka terhadap pengguna tunarungu dangat dibutuhkan bahkan dalam pencarian
informasi dan temu kembali pengetahuan koleksi di perpustakaan. Dengan uraian
di atas untuk memahami perilaku pencarian informasi siswa tunarungu tidak cukup
dengan menganalisis dari satu askpek saja, namun harus bersifat menyeluh dengan
dimensi yang dihadapin.
2.4.1
Syarat Terjadinya Interaksi
Syarat terjadinya interaksi social terdiri
atas kontak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial tidak hanya dengan
bersentuhan fisik. Dengan perkembangan teknologi manusia dapat berhubungan
tanpa bersentuhan, misalnya melalui telepon, telegrap, dan lain-lain.
Komunikasi dapat diartikan jika seseorang dapat memberi arti pada perilaku
orang lain atau perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
2.5.2
Sumber-Sumber Interaksi Sosial
Proses ternjadinya interaksi social yang
terjadi dalam masyarakat bersumber dari faktor imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati.
1.
Imitasi merupakan
suatu
tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap, tindakan, atau tingkah laku dan
penampilan fisik seseorang.
2.
Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh,
atau stimulus yang diberikan seseorang kepada orang lain sehingga ia
melaksanakan apa yang disugestikan tanpa berfikir rasional.
3.
Simpati merupakan suatu sikap seseorang
yang merasa tertarik kepada orang lain karena penampilan,kebijaksanaan atau
pola pikirnya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang yang menaruh
simpati.
4.
Identifikasi merupakan keinginan sama
atau identik bahkan serupa dengan orang lain yang ditiru (idolanya)
5.
Empati merupakan proses ikut serta
merasakan sesuatu yang dialami oleh orang lain. Proses empati biasanya ikut
serta merasakan penderitaan orang lain.
2.5
Perpustakaan
Menurut Sutarno (2006:11) perpustakaan berasal dari
kata pustaka yang berarti buku. Setelah mendapat awalan per-an menjadi
perpustakaan berarti kumpulan buku-buku yang kemudian disebut koleksi bahan
pustaka.
Perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian
sebuah gedung, ataupun gedung itu
sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya
disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk
dijual (Sulistyo-Basuki, 1993:3).
Lasa Hs (2005:48) pendapat bahwa perpustakaan
merupakan sistem informasi yang di dalam terdapat aktivitas pengumpulan,
pengolahan, pengawetan, pelestarian, dan pengajian serta penyebaran informasi.
Interaksi merupakan produk intelektual dan artistik manusia. Dalam melaksanakan
aktivitas tersebut di perlukan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui
pendidikan formal atau nonformal di bidang perpustakaan, dokumentasi dan
informasi.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 43 Tahun
2007 tentang perpustakaan, perpustakaan adalah institut pengelola koleksi karya
tulis, karya cetak, dan karya tekam secara profesional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan guna memenuhi kebutuhan pendidikan,
penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka.
Dari berbagai definisi di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa perpustakaan merupakan suatu bangunan fisik yang berfungsi
untuk menyimpan buku-buku atau jumlah koleksi karya-karya lainnya yang telah
disediakan oleh pihak organisasi perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemakai.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pengertian Metode Penelitian
Menurut Koentjaraningrat (1981:13) bahwa metode
penelitan adalah cara yang dilaksanakan seorang penulis untuk mengumpulkan,
mengklasifikasi, dan menganalisis fakta yang ada ditempat penelitian dengan
menggunakan ukuran-ukuran dalam pengetahuan, hal ini dilakukan untuk menemukan
kebenaran.
3.2 Jenis Penelitian
Metode ini menggunakan metode survei dengan analisis
deskriptif karena sifatnya menjelaskan atau mendeskripsikan fenomena yang
diteliti, sedangkan pendekatannya yang digunakan adalah dengan metode
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan untuk
mengolah data yang indikatornya berupa angka. Munurut Sugiyono (2008:13),
penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berupa angka-angka dan analisis
menggunakan statistik.
3.3 Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek
penelitian adalah tempat penulis dapat menemukan data penelitian (Arikunto,
2002:113), sedangkan yang menjadi narasumber dari penelitian ini adalah
pemustaka yang terdaftar sebagai anggota perpustakaan di SLB Negeri Pembina
Yogyakarta yang berjumlah 5.870 orang (sumber: laporan tahunan 2008).
Obyek penelitian adalah pokok
bahasan dari penelitian yang akan diteliti oleh penulis, dalam penelitian ini
yang dijadikan obyek penelitian adalah bagaimana interaksi pengguna dengan
pustakawan dalam penelusuran informasi di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB Negeri Pembina
Yogyakarta, sedangkan waktu pelaksanaan penelitian.
3.5 Skala Pengukuran Variabel
Menurut
Supranto (104-105) dalam penelitian ini skala pengukuran yang digunakan adalah
Skala Likert, yaitu pengukuran-pengukuran yang memberikan 5 alternatif jawaban
“sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju” terhaadap
pertanyaan mengenai item dalam tiap dimensi pada variabel ubdependent (bebas). Jawaban ini di beri skor 1 sampai 5 bobot dari
nilai tersebut adalah :
1. Jawaban
sangat setuju diberi bobot 5
2. Jawaban
setuju diberi bobot 4
3. Jawaban
netral diberi bobot 3
4. Jawaban
tidak setuju diberi bobot 2
5. Jawaban
sangat tidak setuju diberi bobot 1
Skala Likert ini kemudian skala individu yang dengan
penambahan bobot dari jawaban yang dipilih. Nilai rata-rata dari masing-masing
responden dapat dikelompokkan ke dalam kelas interval karena data ini merupakan
data ordinal sehingga skala data harus interval. Ukuran interval berguna untuk
memberikan informasi tentang interval satu orang atau obyek yang lain. Jumlah
kelas adalah 5 sehingga intervalnya dapat dihitung sebagai berikut :
Interval=
=0.8
Dari hasil informasi tersebut dapat di tentukan skala distribusi
kriteria pendapat responden sebagai berikut :
1. Nilai
jawaban 1,00 s/d 2,79 = persepsi nilai kwalitas interaksi pengguna dengan
pustakawan sangat rendah.
2. Nilai
jawaban 1,80 s/d 2,59 = persepsi nilai kwalitas interaksi pengguna dengan
pustakawan rendah.
3. Nilai
jawaban 2,60 s/d 3,39 = persepsi nilai kwalitas interaksi pengguna dengan
pustakawan sedang.
4. Nilai
jawaban 3,40 s/d 4,19 = persepsi nilai kwalitas interaksi pengguna dengan
pustakawan tinggi.
5. Nilai
jawaban 4,20 s/d 5,00 = persepsi nilai kwalitas interaksi pengguna dengan
pustakawan sangat tinggi.
3.6 Variabel Penelitian
Variabel penelitian menurut Suryabrata (1998:72)
adalah faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan
diteliti. Selain itu menurut Arikunto (2002:96), variabel adalah obyek
penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.
Penelitian di atas dapat diambil kedimpulan bahwa
interaksi disebut juga sebagai variabel. Karena interaksi mempunyai cirri
bervariasi, interaksi seseorang bisa bermacam-macam jenisnya. Variabel dalam
penelitan ini bersifat tunggal, yaitu interaksi pengguna dengan pemustaka di
SLB Negeri Pembina Yogyakarta.
Dasar yang dipakai untuk mengetahui interaksi
pengguna dengan pemustaka sesuai dengan pendapat Supardi (1989:68-69), adalah :
1.
Interaksi;
2.
Kuantitas;
3.
Kualitas;
4.
Pengetahuan;
5.
Daya tanggap;
6.
Hubungan;
7.
Kendala;
3.7 Definisi Operasional
Problematika adalah masalah atau persoalan yang
dihadapi untuk diselesaikan atau diluruskan dengan baik.
Pengguna
adalah pengguna perpustakaan, baik mahasiswa, karyawan, atau masyrakat yang
memanfaatkan jasa layanan perpustakaan.
Interaksi
adalah komunikasi, atau bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi atau
berbicara.
Pemustaka
adalah karyawan perpustakaan, menjaga perpustakaan atau orang yang melayani
pengguna dalam perpustakaan.
Perpustakaan
SLB Negeri Pembina Yogyakarta adalah perpustakaan milik SLB Negeri Pembina
Yogyakarta yang melayani siswa dan siswi di Sekolah Luar Biasa.
3.8 Instrumen Penelitian
Menurut Arikunto (1998:158) instrumen yang dipakai
dalam penelitian ini adalah kuesioner karena responden yang dipakai dalam
penelitian ini adalah pemustaka dan pustakawan di SLB Nigeri Pembina
Yogyakarta. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting, yaitu valid
dan reliabel. Selain valid dan reliabel, pembuatan instrumen pengumpulan data
dalam penelitian ini perlu diuji validitas dan reliabilitasnya dengan cara
melakukan uji coba pada anggota perpustakaan Negeri Pembina Yogyakarta sebanyak
100 orang sebagai sampel penelitian. Alasan penulis mengambil pengguna dan
pustakawan sebagai sampel penelitian karena pengguna dan pustakawan dianggap
lebih tahu kwalitas interaksi sehingga data yang doperoleh lebih akurat.
Berikut ini adalah daftar kisi-kisi veriabel dan indicator yang digunakan
sebagai pedoman bagi penulis untuk mengembangkan intrumen.
Tabel
1
Kisi-kisi
Variabel dan Indikator
variabel
|
indikator
|
No.item
|
jumlah
|
Problematika
siswa tunarungu di perpustakaan SLB Negeri Pembina Yogyakarta
|
a.
Interaksi;
b.
Kuantitas;
c.
Kualitas;
d.
Pengetahuan;
e.
Daya tanggap;
f.
Hubungan;
g.
Kendala;
|
1,2,3,4
5,6,7
8,9,10
11,12,13,14
15,16,17,18
19,20,21
22,23,24
|
4
3
3
4
4
3
3
|
3.9
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi didefinisikan menjadi kelompok subjek yang
hendak dikenali generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2005:77). Dalam
penelitian ini sebagai populasi adalah pengguna dan pustakawan perpustakaan SLB
Negeri Pembina Yogyakarta. Jumlah pengguna terdiri dari 5.870 orang
(sumber:laporan tahunan 2008).
Sedangkan, sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,2008:118).
Penelitian ini dilakukan hanya dengan mengambil sampelnya saja. Satuan
sampelnya adalah pengguna dan pustakawan perpustakaan SLB Negeri Pembina
Yogyakarta.
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel
adalah sampling aksidental, yaitu
siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan
sebagai sampel bila dipandang orang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data
(Sugiono, 2006:60).
Terkait dengan penelitian ini, maka pengambilan
sampel dengan teknik aksidental adalah suatu teknik pengambilan dimana setiap
pengguna dan pustakawan perpustakaan yang ditemui pada saat penelitian dapat
dijadikan sampel. Alasan penulis menggunakan metode pengambilan sampel dengan
teknik aksidental adalah :
1. Penyebaran
kuesioner dilakukan di perpustakaan sehingga responden yang member jawaban
adalah benar-benar pengunakan perpustakaan.
2. Penyebaran
kuesioner dilakukan pada saat pengguna memasuki perpustakaan dan akan
dikumpulkan kembali pada saat akan keluar dari perpustakaan.
Penentuan
besarnya sampel penelitian ini 1,7%, dilakukan berdasarkan pendapat Azwar
(1997:77) bahwa semakin besar jumlah populasi penelitian, maka semakin kecil
jumlah sampel penelitian. Jika populasinya kurang lebih dari 10.000 maka,
sampel dapat diambil dari 1-5%, atau 10-15%, ayau 20-25%, atau lebih,
tergantung kemampuan peneliti, luas sempitnya sampel penelitian dan besar
kecilnya risiko yang akan diranggung oleh peneliti.
1,7%
dari 5.870=
=
99,79 dibulatkan menjadi 100.
3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas
3.8.1 uji Validitas
Menurut arikunto (1993:219) validitas adalah keadaan yang
menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan
diukur. Ada dua jenis validitas untuk intrumen penelitian, yaitu validitas
logis dan empiris. Intrumen dikatakan logis apabila secara analisis akal sudah
sesuai dengan isi, sedangkan instrumen yang sudah mempunyai aspek yang diukur
sudah memiliki validitas konstruksi.
Pada penelitian ini instrumen yang diuji validitasnya adalah
instrumen interaksi pengguna dan pustakawan di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.
Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing-masing
pertanyaan-pertanyaan dengan skor total dan menggunakan teknik korelasi prodact moment.
Rumus yang digunakan dalam menguji validitas yang penulis
gunakan dalam penelitian ini adalah rumus product
moment dalam Arikunto
(2002:146).
Rumus
:
Rxy
=
Rxy = koefisien korelasi antara
skor butir dengan skor total
N = jumlah subjek uji coba
∑X =jumlah skor butir (X)
∑X2 = jumlah butir kuadrat (X)
∑Y =jumlah skor total (Y)
∑Y2 =jumalah skor kuadrat (Y)
∑XY =jumlah perkalian skor butir dengan skor
total
Dalam
hal ini, uji validitas dilakukan dengan menggunakan perangkat SPSS For Windows Version 11 dengan tingkat signifikasi untuk validitas minimum 0.3.
Dengan kata lain, apabila hasil validitas di bawah 0.3 maka tidak signefikan.
3.8.2
Uji
Reliabilitas
Menurut singarimbun
(1995:140), uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan atau dengan kata lain,
reliabilitas menunjukkan konsistensi satu alat pengukuran didalam pengukur
gejala yang sama. Reliabilitas jawaban dari angket untuk mengukur variable pada
penelitian ini berdasarkan item-item valid dengan menggunakan teknik alpha cronbach.
Rumus
:
R
=
R = Koefisien Reliabilitas yang dicari
K = Jumlah butir pertanyaan
O2 = Varian butir-butir pertanyaan
O2 = Varian skor
Uji
reliabilitas menggunakan perangkat SPSS
For Windiws Version 11 dengan tingkat signifikasi reliabilitas minimum 0.6.
dengan kata lain, apabila hasil validitas di bawah 0.6 maka hasil dinyatakan
tidak signifikan.
3.11 Teknik Pengumpulan Data
Dalam
pengumpulan data, instrumen utama yang dipakai penulis adalah kuesioner
(angket);
1. Angket
Menurut Hadi (1991:147) angket adalah
suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan
tertulis untuk dijawab secara tertulis pula. Dedangkan menurut Arikunto
(2006:128) angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
mendapatkan informasi dari responden dalam arti laporan tentang dirinya atau
hal-hal yang ia ketahui. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis
kuesioner langsung yaitu kuesioner yang daftar pertanyaannya diberikan langsung
kepada responden (pengguna yang terdaftar sebagai anggota perpustakaan SLB
Negeri Pembina Yogyakarta). Kuesioner dibuat dari hasil modifikasi beberapa penelitian
sebelumnya.
2. Dokumentasi
Selain
itu, Arikunto (1993:131) mengatakan bahwa metode dokumentasi adalah salah satu
teknik perolehan data dari dokumen-dokumen yang ada pada benda-benda tertulis
seperti buku-buku, notulensi, makalah, transkip, agenda dan sebagainya. Jadi,
dokumentasi adalah metode pengumpukan data yang dilakukan dengan meneliti bahan
dikumentasi yang ada dan memiliki relevansi sesuai dengan tujuan penelitian.
Pengumpulan data melalui pengumpulan dokumentasi dalam penelitian ini untuk memperoleh
data mengenai jumlah anggota perpustakaan, gambaran umum perpustakaan, buku
panduan perpustakaan, dan data statistik perpustakaan.
3. Observes
Menutrut
Hadi (1991:136) bahwa observasi merupakan suatu pengamatan yang khusus dan
pencatatan yang sistematis ditujukan pada satu atau beberapa masalah dalam
penelitian dengan maksud mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Jadi, observasi yang
penulis gunakan dalam penelitian ini adalah observasi non partisipan, yaitu
penulis tidak turut ambil dalam kegiatan yang diteliti, metode ini digunakan
sebagai pelengkap dan penguat data yang telah diperoleh melalui metode
sebelumnya.
3.11 Analisis Data
Data yang diperoleh dikumpulkan dan diolah selanjutnya
dianalisis sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam menjawab permasalah
penelitian. Analisis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah analisis
deskriptif kuantitatif data-data diolah mengguanakan teknik tabulasi dengan
menyajikan hasil penelitian pada table distribusi frekuensi dan presentase lalu
dideskrifsikan.
Rumusnya
adalah sebagai berikut :
1. Untuk
memperoleh frekuensi relatif (angka, persenan) digunakan rumus
(Sudijono,2006:43):
P = f / N x 100%
Keterangan :
F = frekuensi yang
sedang dicari presentasenya.
N = jumlah frekuensi
atau bayaknya individu.
P = angka presentase
2. Nilai
rata-rata interakasi pengguna dengan pustakawan :
Nilai Skala Likert yang
digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan pendapatnya Supranto (104-105),
yaitu :
1. Jawaban
sangat setuju diberi bobot 5
2. Jawaban
setuju diberi bobot 4
3. Jawaban
netral diberi bobot 3
4. Jawaban
tidak setuju diberi bobot 2
5. Jawaban
sangat tidak setuju diberi bobot 1
Skala Likert ini
kemudian menskala individu yang bersangkutan dengan penambahan bobot dari
jawaban yang dipilih. Nilai rata-rata dari masing-masing responden dapat
dikelompokkan kedalam kelas interval. Jumlah kelas adalah 5, sehingga interval
dapat dihitung sebagai berikut :
Interval
=
Interval
=
=
0.8
1. Nilai
jawaban 1,00 s/d 2,79 = sengat rendah
2. Nilai
jawaban 1,80 s/d 2,59 = rendah
3. Nilai
jawaban 2,60 s/d 3,39 = sedang
4. Nilai
jawaban 3,40 s/d 4,19 = tinggi
5. Nilai
jawaban 4,20 s/d 5,00 = sangat tinggi
0 komentar:
Posting Komentar