Kebudayaan
minangkabau
Daerah ini di bagi ke dalam beberapa
bagian-baian khusus antara darat (darek),
pesisir (pasisie), dan rantau, ada
anggapan bahwa daerah daratan pesisir itu merupakan daerah asli daerah utama
dari pemangku kebudayaan minangkabau, dan kemudian daerah pesisir itu di bagi
kedalam tiga seperti kabupaten (luhak),
yaitu Tanah Data, Agam, Limo Pulueh Koto
dan Solok. Mereka beranggapan bahwa nenek moyang mereka perpindah dari
tempat dan kemudian menyebar yang di hubungkan dengan dongeng tenteng nenek
moyang minangkabau beresal dari gunung merapi yang masih kecil.
Kemudian kebudayaan Minangkabau juga
tersebar di berbagai wilayah seperti Sumatra dan Malaya, koloni orang
Minangkabau di Aceh Barat meulaboh, daerah di Negeri Sembilan Malaya yang sudah
berpindah dari abad yang lalu, penyebaran ini terjadi karena dorongan pada diri
mereka untuk merantau, mereka untuk mendapatkan kekayaan, dan perselisihan yang
menyababkan bahwa orang yang merasa dikalahkan akan meninggalkan kampung dan
keluarga untuk menetap di tempat lain.
Bahasa yang di gunakan oleh masyarakat
minangkabau ini seperti bahasa melayu, hanya sebagian bahasa yang tiak sama
namun rata-rata bahasanya sama yang menjadi beda disini hanya terletak pada
dialeknya saja.
Desa
Desa yang di sebut nagari oleh
bahasa minangkabau terdiri dari dua bagian utama, yaitu daerah nagari dan taratak. Nagari adalah
daerah kediaman utama yang di anggap pusat bagi sebuah desa. Taratak adalah hutan dan ladang, orang yang hidup di
daerah ini berarti mereka yang mengurusi dan menjaga Tanah dan hutan meskipun
bukan miliknya. Sedangkan daerah nagari itu yang di tentukan oleh masjid, balai
adat, pasar. Rumah adat minangkabau atau rumah
gadang, kalau di lihat akan hilang dalam waktu yang dekat, rumah panggung
karena lantainya terletak jauh dari tanah. Rumahnya memanjang dan di dasarkan
pada perhitungan jumlah ruang di dalam bilang yang ganjil, mulai dari tiga yang
biaasa 7 namun ada yang sampai 17 ruang.
Sebuah rumah gadang di bagi ke dalam
beberapa ruang (didieh) satu didieh di gunakan sebagai billik
(ruang tidur), dengan di batasi empat dinding khusus perempuan yang
bersuami, yang ke dua merupakan ruang terbuka dari rumah gadang berfungsi buat terima tamu dan pesta. Kadang juga punya
tempat yang di sebut anjueng (anjung),
bagian yang di tambah pada ujung dan sebagai tempat yang di tinggikan dari
bagian lain tempat kehormatan. Sebuah rumah gadang
biasanya hanya memiliki satu pintu saja yang terletak pada ruang yang tengah.
Sebuah rumah gadang di topang oleh
tonggak besar dari kayu, sehingga bisa membangun ruang dengan jumlah yang
banyak, namun untuk sebuah gadang hanya
di batasi pada empat tonggak. Antara lantai dan atap terdapat semacam pagu semacam loteng yang di gunakan
untuk menyimpan barang-barang yang tidak selalu di gunakan.
Mata Pencaharian Hidup
Sebagaian besar orang minangkabau
hidup dari tanah yang mengusahakan tanah, tapi pada daerah subur tinggi menanam
sayur mayur untuk perdagangan, namun bagi mereka yang hidup di pesisir hidup
dari hasil penangkapan ikan akan tetapi itu hanya sebagai sambilan saja.
Kemudian mereka meninggalkan sektor pertanian karena tak ada tanah pertanian
yang memberikan hasil yang cukup, dan kesadaran mereka bahwa tidak mungkin
kaya, dan kemudian lari ke sektor berdagang.
Namun
ada juga yang hidup dari hasil kerajinan tangan dan telah melampui batas
kedaerahan yaitu kerajinan perak bakar dar koto gadang, desa deket bukit yang
membuat kain songket dari silungkang, desa dekat sawah lunto.
Religi
Suatu keganjilan jika ada seorang
minangkabau tidka menganut islam, dalam keadaan biasa mereka hanya percaya
kepada Tuhan sebagai yang di ajarkan islam. Namun mereka juga percaya kepada
hantu-hantu yang mendatangkan bencana dan penyakit, untuk mengusirnya mereka
mendatangi dukun. Mereka juga percaya sama puntianak
ialah orang-orang perempuan yang suka menghisap darah bayi dengan menghirup
ubun-ubun bayi itu dari jauh, mereka juga percaya pada menggasing ialah mengantar racun melalui udara untuk merugikan
orang lain.
Sekarang kelihatan dari masyarakat minangkabau
hampir tidak ada upacara keagamaan yang penting dan khas, upacara keagamaan
umumnya shalat hari raya, puasa dan haji. Dulu ada upacara keagamaan seperti tabuik, kitan, katam dan mempertingati
orang mati. Dulu ada upacara keagamaan tabuik
yang di lakukan oleh masyarakat pesisir pariaman dan padang, mereka
mengadakan acara tersebut untuk memperingati kematian Hasan dan Husen di padang
Karabela. Upacara kitan dan katam mengaji
Al-Qur’an yang berhubungan dengan masa peralihan hidup individu, seperti turun tanah (menyentuh kaki bayi ke
tanah untuk pertama kali).
Dulu juga ada upacara mendo’akan orang
yang sudah mati selama tujuh hari sampai 1000 harinya, manun sekarang sudah fi
lupakan oleh masyarakat minangkabau, di beberapa tempat masih terdapat surau-surau
sebagai sekolah agama sama dengan pesantren yang di pimpin oleh tuanku atau syekh keadaan ini juga telah hilang dari minangkabau sejak beberapa
tahun yang lalu.
Perang padri di minangkabau permulaan
abad ke-19 bermula pada pertentangan kaum lama dan kaum baru, kemudian menjadi
persoalan politik, kemudian orang lama berusaha memurnikan agama islam dengan
reeformasi, pertentangan ini iberlangsung juga di abad ke-20 dengan golongan
baru memodernsasi sistem sekolah agamam yang ada, sehingga murid tidak hanya di
ajarkan agama saja melainkan umum juga di ajarkan.
proses ini berpengaruh terhadap
keseluruhan sistem masyarakat Minangkabau untuk mrnuju aspek dari proses
modernsasi.
0 komentar:
Posting Komentar