Library 2.0
Dikatakan
bahwa konsep P 2.0 menjadi layanan perpustkaan yang berbeda, diarahkan semata
untuk memenuhi kebutuhan pemustaka dewasa ini. Sesuatu layanan
perpustakaan yang selalu tersedia kapapun pengguna memerlukan. Oleh sebab itu
pengguna TIK nampaknya menjadi Prasyarat. P 2.0 dikembangkan dengan
layanan perpustakan virtual berbasis Web Jantung P 2.0 adalah perubahan yang
berpusat pad apemustaka. Layanan perpustakaan disajikan dengan
partisipasi pengguna. Pengguna juga berpartisipasi dalam tiga funsi dasar suatu
perpustakaan yaitu akuisisi, pengolahan pustaka, dan pendayagunaan
koleksi. Semua jasa perpustakaan dikembangkan dengan meminta masukand ari
pemakai. Semua usaha peningkatan ini selalu dievaluasi pelaksanaannya.
Menurut Suwarto (2011) Pengertian
Perpustakaan 2.0 adalah perpustakaan yang benar-benar beorientasi kepada
pemakai, yang mendorong perubahan secara terus menerus, mengkreasikan layanan
baik fisik maupun maya sesuai dengan keinginan pemakai, dan didukung dengan
evaluasi layanan secara konsisten.
Sedangkan menurut Sudarsono (2008)
mendevinisikan library 2.0 sebagai aplikasi teknologi berbasis web yang
interaktif, kolaboratif, danmultimedia ke dalam layanan dan koleksi
perpustakaan berbasis web, dan menyarakan agar definisi ini dapat diadopsi oleh
komunitas ilmu perpustakaan. Dengan membatasi definisi tersebut pada layanan
berbasis web, dan bukan layanan perpustakaan secara umum, dapat menghindarkan
potensi kekeliruan dan dengan tepat dapat memberikan kesempata agar istilah itu
dapat diteliti, diterorikan lebih lanjut, dan membuatnya menjadi lebih berguna
dalam wacana profesional.
Ciri-ciri
library 2.0 menurut suwanto (2009) :
o ‘Chat
Reference’ atau ‘Instance messaging’ yaitu layanan yang dapat langsung
berbungan dengan pustakawan secara On-line, tanpa menunggu waktu untuk
mendpatkan balasannya.
o Media
Streaming, yaitu salah satu bagian dari layanan Chat Reference, yang
menambahkan pangkalan data tutorial dengan bahan ajar On-line ( Peer Reviewed
Instructional Material Online / PRIMO).
o Blog dan
Wikis untuk perpustakaan-perpustakaan merupakan bentuk lain dari publikasi.
Wiki utamanya adalah halaman Web yang terbuka, dimana setiap orang yang
terdaftar dengan Wiki dapat mempublikasikannya, mengembangkannya dan
merubahnya. Hal tersebut dapat merubah kepustakawanan, pengembangan koleksi
yang kompleks dan instruksi keberaksaraan informasi (information literacy).
o Jaringan
sosial seperti MySpace, Facebook, Del.icio.us, Frappr dan Flickr, adalah
jaringan kerja yang telah menikmati popularitas besar-besaran dalam Web 2.0.
Jaringan sosial lain yang patut dilakukan di perpustakaan adalah ‘LibraryThing’
yang memungkinkan pemakai mengkatalog buku mereka sendiri dan melihat apa yang
dilakukan pemakai lain men-share-kan buku tsb.
o Tagging
(Pe-ngetag-an) Dalam Library 2.0 pemakai dapat me-ngetag koleksi perpustakaan
dalam katalog dengan menambahkan kata (Subjek) yang umum dipakai di masyarakat,
tanpa membuang subjek yang telah dibuat pustakawan, dan oleh karenanya pemakai
berpartisipasi dalam proses pengatalogan. Pe-ngetag-an (Tagging ) membuat
penulusuran tambahan menjadi lebih mudah.
o RSS Feeds
dan teknologi lainnya yang semacam memberikan kepada pemakai suatu cara untuk
mempersatukan dan mempublikasikan kembali isi dari situs lain atau blogs,
mengumpulkan isi dari dari situs lain ke dalam suatu tempat tersendiri. Setelah
perpustakaan mengkreasikan RSS Feeds untuk pemakai untuk melanggannya, termasuk
meng up-date artikel-artikel baru dalam suatu koleksi, layanan baru, dan isi
baru dalam pangkalan data langganan, perpustakaan tersebut juga mempublikasikan
kembali isi dari situs mereka.
o Mashup
adalah aplikasi yang dicangkokkan, dimana dua atau lebih layanan digabung ke
dalam satu layanan yang benar-benar baru. Library 2.0 adalah mashup. Mashup
tersebut adalah suatu blog hibrida (suatu blog yang dihasilkan dari 2 sistem
yang berbeda), wikis, media streaming, pengumpul isi, berita instant, dan
jaringan sosial. Library 2.0 mengingatkan pemakai ketika mereka masuk (Log-in)
kedalam suatu sistem. Library 2.0 memperbolehkan pemakai mengedit data OPAC dan
metadata, menyimpan tag pemakai, surat menyurat instant dengan pustakawan,
memasukkan data wiki dengan pemakai lain, dan mengkatalog semua tentang hal
tsb. dengan pemakai lain.
o Model
spesifik dari Perpustakaan 2.0 akan berbeda untuk setiap perpustakaan. Setiap
perpustakaan mempunyai titik permulaan yang berbeda. Melalui kolaborasi antara
staf dan pemakai, akan dapat mengembangkan ide yang jelas tentang bagaimana
model ini dapat bekerja untuk perpustakaan Anda.
o Terjadinya
relasi interaktif, multiarah, dan partisipatif antara pengguna dan
pustakawannya, serta sistem kerja dan koleksi yang bersifat kolaboratif (dari
banyak sumber) selalu dinamis. Praktik library 2.0 di Indonesia dapat ditandai
dengan mulai berkembangnya software sistem otomasi perpustakaan (SOP). Baik
yang bersifat gratis (open source, seperti ”Senayan” dan ”Athenaeum Light”)
maupun yang berbayar.
Konsep-konsep
library 2.0 menurut sudarsono (2008) :
o Terpusat
pada pengguna yang berpartisipasi dalam
pembuatan konten dan layanan yang terlihat dalam tampilan web perpustakaan,
OPAC, dll.
o Menyediakan
sebuah layanan multimedia koleksi –koleksi non buku seperti komponen video dan
audio visual. Walaupun hal ini jarang sekali dianggap sebagai fungsi library
2.0 disini disarankan agar seharusnya begitu.
o Kaya secara
sosial dengan Tampilan web perpustakaan berisi
tampilan pengguna.
o Inovatif
secara bersama-sama dan Perpustakaan
siap merubah pelayanannya, mencari cara baru untuk memberikan kesempatan
masyarakat, bukan saja perorangan, untukmencari, menemukan, dan menggunakan
informasi.
o muka
jejaring sosial yang dibangun para pengguna Library 2.0 adalah OPAC yang
dipersonalisasi yang mencakup IM, RSS feeds, blog, wiki, tag, serta profil umum
dan swasta di dalam jejaring perpustakaan.
Penerapan 2.0
menurut hakim (2010) :
o Meningkatkan
kualitas dan kuantitas koleksi tercetak dan koleksi.
o Memperbaiki
aplikasi otomasi atau perpustakaan digital yang dimiliki perpustakaan. Apliasi
otomasi sudah banyak diterapkan oleh perpustakaan saat ini. namun, sayangnya
perpustakaan tersebut belum mengadopsi konsep Web 2.0. agar konsep web
2.0 dapat berjalan ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu mendesain OPAC
yang dilengkapi dengan fasilitas pemberian komentar atau review terhadap
koleksi yang dimiliki perpustkaaan, fasilitas pemberian nilai terhadap koleksi
yang ditelusur melalui OPAC, fasilitas unggah koleksi digital, fasilitas usulan
pengadaan koleksi, serta fasilitas pemberian saran bagi pengembangan
perpustakaan.
o Memanfaatkan
free open source software berbasis web untuk membangun otomasi dan pengembangan
perpustkaan digital. Kata digital terdengar sangatlah mahal, namun dengan
pemanfaatan opes source software yang berbayar akan memudahkan dalam
pengembangan perpustakaan digital dalam upaya library 2.0.
o Memanfaatkan
Content Management System guna pengembangan Library 2.0. Content management
system (CMS) adalah sebuah sistem yagn mempermudah penciptaan sebuah website
dinamis, dimana dalam sistem ini pengelolaan isi dan tampilan teknis dipisahkan
antara editor, web master, web designer dan web developer. Dengan
aplikasi tersebut diharapkan perpustakaan mampu menciptakaan ensiklopedi online
dan membangun forum diskusi online.
o Memanfaatkan
situs-situs jejaring sosial guan membangun forum komunikasi dengan pengguna
perpustkaaan Situs jejaring sosial sangat diminati oleh masyarkaat saat ini,
sehingga pemanfaatan jejaring sosial ini akan mempermudah perpustakaan
berkomunikasi langsung dengan pemustaka